Humaniora Dibaca :580 kali , 0 komentar
Ketika Lutut Generasi Muda Menghitam
Ditulis : Herwin Nur, 10 Desember 2012 | 08:07
Filosofi Lutut
Kenapa
lutut manusia ditekuknya ke depan, bukan ke belakang seperti ayam.
Fakta ini merupakan bentuk kesempurnaan penciptaan-Nya untuk
melaksanakan perintah ruku’ dan sujud.
Lutut sebagai bemper yang rutin beradu dengan tempat shalat dan mendapat impak benturan
jelang sujud menyebabkan kulit mengeras, biasa disebut kapalan. Tanpa
tutup atau busana terkena radiasi matahari kulit lutut semakin
menggelap.
Diriwayatkan,
bahwa Rasulullah saat hendak melakukan sujud, meletakkan kedua lututnya
terlebih dahulu sebelum kedua tangannya. Setelah meletakkan kedua
lutut, beliau kemudian meletakkan kedua tangan, lalu kening, lalu
hidung. Dan ketika beliau bangkit, maka beliau mengangkat kedua tangan
sebelum mengangkat kedua lututnya.
Bagi
kaum hawa lutut kapalan bisa mengganggu penampilan, mengurangi rasa
percaya diri. Atau bahkan takut dianggap sebagai pramuwisma yang
tugasnya melantai, mengepel lantai dalam posisi bertekuk lutut, tidak
pakai tongkat pel.
Sebagian
ulama berpendapat bahwa aurat sesama lelaki – baik dengan kerabat atau
orang lain – adalah mulai dari pusar hingga lutut. Pendapat jumhur
(mayoritas) ulama menyatakan bahwa aurat lelaki sesama lelaki adalah antara pusar hingga lutut. Artinya pusar dan lutut sendiri bukanlah aurat. Aurat secara anatomis dan biologis. Wallahu a’lam.
Tanda Sujud
Sebagai rukun shalat, sujud merupakan ibadah istimewa dalam Islam, karena dilakukan dengan cara meletakkan
tujuh anggota badan di atas hamparan (muka, dua telapak tangan, dua
lutut, dan dua ujung kaki), dengan tumpuan secara seimbang dan merata.
Jadi, tidak ada satu anggota sujud yang mendapat beban lebih dari yang
lain. Sujud sebagai tanda bukti keimanan seorang Mukmin, sebagai simbol ketundukan dan ketaatan kita kepada Allah SWT.
Kita mengacu sabda Rasulullah, “Aku diperintah untuk sujud di atas tujuh tulang”. Posisi demikian mencerminkan sikap merendah di hadapan-Nya. Allah menegaskan, disuratkan dalam terjemahan [QS Al ‘Alaq (96) : 19] : “…….; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan)”. Sujud merupakan momen interaksi paling intim antara seorang hamba dengan Tuhannya. “Sesungguhnya saat yang paling dekat antara seorang hamba dengan Tuhannya adalah ketika ia sedang bersujud.” (HR Muslim).
Tanda
ahli shalat tidak bisa diidentifikasi secara ragawi pada jidat yang
hitam, walau jidat dibenturkan ke hamparan sebagai tanda keriusan dan
penyerahan diri. Nampak pada air muka yang
memancarkan keimanan dan kesucian hati. Akhlak ahli shalat bisa
dirasakan pada perilakunya. Misal pada tutur kata, karena ucapan merupakan resultan dari pemikiran dan perasaan, cerminan hati. Bahkan kecerdasan, pengetahuan, kedewasaan seseorang dapat diukur dari ucapannya.
Tanda
hitam di dahi Muslim adalah salah satu ciri bahwa dia sering melakukan
shalat. Namun, bekas sujud yang dikehendaki Allah adalah sikap tawadhu,
kelembutan, kepedulian, dan kasih sayang yang dipancarkan wajah setiap
Muslim. (“Bekas Sujud”, Prof Dr KH Achmad Satori Ismail, Republika, Senin, 18 Juli 2011).
Langkah Religius
Sejak
usia wajib shalat, generasi muda mengalami pengalaman religius yang
universal ataupun individual, rutin, sporadis, sesuai do’a maupun yang
tak terduga.
Antar
generasi muda berlutut kapalan (ahli shalat) sudah ada benang merah,
tinggal bagaimana mensinergikan potensi ukhuwahnya. Generasi muda diikat
dalam satu pemikiran berdasarkan ketetapan dan keteguhan hati yang sama, jiwa mereka kokoh dan kebal terhadap berbagai intervensi pemancing perselisihan dan barisan mereka tidak tersentuh oleh benturan budaya.(Herwin Nur/Wasathon.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar