periodeisasi kursi RI-1,
pas : cukup : kurang
Pakai rumus apapun,
tidak akan ketemu batasan ideal batas waktu jabatan kepala negara. Beda dengan
kepala desa yang berdaya tarik akibat tersedia Dana Desa, ADD, APB Desa, Aset
Desa, Barang Milik Desa.
Tepatnya, cukup dengen
penerawangan fiktif. Terdengar sayup bisikan. Juga bukan dari asumsi historis 7
(tujuh) presiden RI. Setinggi-tinggi bangau terbang, semakin tinggi akan jatuh
dengan sendirinya. Sejauh-jauh tupai melompat antar pohon kelapa, yang diincar
itu-itu saja.
Beda dengan serigala
politik. Yang mana dimana didapatkan fakta, “serigala politik berbaju
serigala”. Banyak pihak terkelabui, tersihir, terpesona, tertipu hidup-hidup.
Di atas kertas bisa diandalkan sebagai sekutu sampai mati kutu. Mau diajak
menelan pit pahit bareng-bareng.
Gabungan deret ukur
dengen deret hitung. Hasilnya, mudah dihafal tanpa daya akal.
Kalau cuma satu periode,
sudah pas untuk ybs maupun rakyat. Bukan dilihat lima tahun kok lama atau
sebentar. Soal kinerja, menjadi tanggung jawab bangsa. Soal balik modal, lihat
ambisi, pamrih terselubung.
Ditingkatkan, tepatnya
diperpanjang menjadi dua periode.
Tunggu . . .
Kilas balik mengapa
penguasa tunggal Orde Baru bisa awet, betah, jinak-jinak buaya. Musuh bersama
adalah kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan. Artinya, rakyat diformat dengan
jualan politik musuh negara. Rakyat diposisikan buta politik. Kembali lanjut .
. .
Ide politik penguasa
tunggal Orde Baru menjadi panutan sampai kini. Rakyat identik dengan uneducated
people, permanent underclass, manusia kurang beruntung, kaum
marginal, kelompok terpinggirkan hanya jadi penonton pasif.
Iseng sela. Kemampuan operasi
senyap, berlarut. Mengandalkan pasal taktik gerilya dan sekaligus bentuk
lawannya, yaitu taktik kontra gerilya. Ini kelebihan mengimbangi bukan orang
partai. Bandingkan dengan modus operandi politik ‘petugas partai’ periode
2014-2019.
Jadi, apa artinya dua
periode. Rasanya memang merasa ‘cukup’. Impas secara balik modal atau imbangan
bentuk lain. Jangan lupa, pihak pendukung merasa belum diayomi, diayemi. Cuma diyem-yemi ben bungah.
Rumusan presiden tiga
periode. Belum duduk pas pantat. Kawanan loyalis berupa sebuah parpol ujung
nusantara, mengadang-gadang capres 2024. Musuh nusantara tambah satu. Bagi
oknum ybs, dengan khas kekehannya, mantuk-mantuk doang. Membayangkan malah
kurang. Di ibukota anyar, kalau cua meresmikan. Telan pil pahit. [HaéN]