tepuk jidat tanda punya
otak
Doeloe ada fakta ‘garuk-garuk kepala walau tak
gatal’. Kejadian yang terjadi sebenarnya terus berkembang. Bahasa tubuh bagian
dari pantomim, kialan. Kontradiksi dengan jurus gebuk di tempat, rembuk kalau sempat.
Korban jiwa tak ada artinya.
Bahasa tubuh, bisa isyarat. Pratanda internal tubuh
sedang bermasalah. Tepuk jidat tanda punya kening, atau punya akal. Telunjuk
tangan disilangkan di kening, tanda lawan bicara, pembaca sms ini, sakit jiwa.
Miring otaknya. Ke kanan atau ke kiri, tergantung otak kanan atau otak kiri yang
dominan. Garuk-garuk kepala yang tak gatal. Panas dalam, suhu tubuh, darah
dingin tiap saat berubah tanpa terdeteksi. Alarm tubuh sinyal stabilitas
jiwa-raga. Mantapkan.
Di panggung wayang atau kehidupan manusia zaman
pasca wayang, seolah memang ada skenario besar tapi olahan manusia. Yang mana
dimana, jelas menentukan siapa akan jadi apa. Siapa akan memerankan apa. Kapan
tampil dan berapa lama. Betara Guru atau danyang yang menguasai ndonyo, seolah
tersingkirkan secara perlahan dan pasti. Pensiun dini. Di pihak beda pilihan, banyak
dedemit yang dikarbit menjadi jadi-jadian. Namanya politik.
Awal
reformasi untuk menjaga wibawa penguasa agar tak cepat basi, ambil langkah politis dengan menerbitkan Instruksi
Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Penghentian Penggunaan Istilah Pribumi dan
Non-Pribumi.
Tersisa doa rakyat. Walau dicabut akar serabutnya,
tetap membumi. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar