manusia mengingkari
fitrah vertikal
Roh sudah punya modal
iman ketauhidan, keesaan, keahadan. Jauh sebelum ditiupkan ke cikal bakal
jabang bayi di kandungan. Soal setelah lahir, mau pilih kajur, jalur, jalan
tergantung tangan dingin orang tuanya. Keluarga menjadi madrasah, sekolah
pertama dan utama anak.
Berawal semenjak seorang
lelaki mencari wanita untuk calon ibu anak-anaknya. Bahasa formal pemerintah,
masih terdapat ATHG dalam kehidupan semua lini. Salah asuh, salah didik sudah
tidak bisa dijadikan kambing hitam. Nusantara sebagai bagian sejagad. Tunduk,
taat dan patuh pada adab dan norma globalisasi. Tidak ada pilihan dan daya
memilah.
Bonus demografi
berkelanjutan, walau usia lanjut bukan masalah kebutuhan pangan. Bencana bawaan
akibat kiprah, kontribusi, kinerja alam dalam menerapkan ramah linglkungan
demi.
Sulit dipungkiri,
bahwasanya reaksi alam dalam bentuk apa pun, menjadikan manusia dan ataui
orang. Manusia merasa wajib kembali ke basik. Masuk ranah paham ulang makna
fitrah manusiawi (horisontal) dan terutama fokus pada adanya zat ilahiah
(vertikal).
Allah swt akan murka
jika hamba-Nya tidak mengajukan permohonan, permintaan, pertolongan. Sifat Yang
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, tetap akan mencurahkan, menggelontorkan
rahmatnya setiap saat. Tanpa menunggu hamba-Nya berdoa, melaksanakan
perintah-Nya.
Babakan kehidupan
manusia yang mensejajarkan, memparalelkan urusan akhirat dengan urusan dunia. Utamakan
urusan akhirat, maka akhirat dan dunia akan diraih. Latar belakang maupun
halaman depan ikhwal religius ini, kian menguatkan ketertundukkan diri. Memakai
bahasa hukum adalah tunduk pada syariat agamanya, toleran pada agama lain, dan
hidup harmonis antar umat beragama. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar