Halaman

Jumat, 29 November 2019

manusia mengingkari fitrah vertikal


manusia mengingkari fitrah vertikal

Roh sudah punya modal iman ketauhidan, keesaan, keahadan. Jauh sebelum ditiupkan ke cikal bakal jabang bayi di kandungan. Soal setelah lahir, mau pilih kajur, jalur, jalan tergantung tangan dingin orang tuanya. Keluarga menjadi madrasah, sekolah pertama dan utama anak.

Berawal semenjak seorang lelaki mencari wanita untuk calon ibu anak-anaknya. Bahasa formal pemerintah, masih terdapat ATHG dalam kehidupan semua lini. Salah asuh, salah didik sudah tidak bisa dijadikan kambing hitam. Nusantara sebagai bagian sejagad. Tunduk, taat dan patuh pada adab dan norma globalisasi. Tidak ada pilihan dan daya memilah.

Bonus demografi berkelanjutan, walau usia lanjut bukan masalah kebutuhan pangan. Bencana bawaan akibat kiprah, kontribusi, kinerja alam dalam menerapkan ramah linglkungan demi.

Sulit dipungkiri, bahwasanya reaksi alam dalam bentuk apa pun, menjadikan manusia dan ataui orang. Manusia merasa wajib kembali ke basik. Masuk ranah paham ulang makna fitrah manusiawi (horisontal) dan terutama fokus pada adanya zat ilahiah (vertikal).

Allah swt akan murka jika hamba-Nya tidak mengajukan permohonan, permintaan, pertolongan. Sifat Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, tetap akan mencurahkan, menggelontorkan rahmatnya setiap saat. Tanpa menunggu hamba-Nya berdoa, melaksanakan perintah-Nya.

Babakan kehidupan manusia yang mensejajarkan, memparalelkan urusan akhirat dengan urusan dunia. Utamakan urusan akhirat, maka akhirat dan dunia akan diraih. Latar belakang maupun halaman depan ikhwal religius ini, kian menguatkan ketertundukkan diri. Memakai bahasa hukum adalah tunduk pada syariat agamanya, toleran pada agama lain, dan hidup harmonis antar umat beragama. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar