Halaman

Senin, 04 November 2019

pelencengan semangat (hari) pahlawan. libas semua lawan politik


pelencengan semangat (hari) pahlawan. libas semua lawan politik

Bukan sekedar kehendak dan tuntutan sejarah peradaban. Politik nusantara sedemikian tragis sehingga menjadi agama bumi. Kawanan penganut – tepatnya loyalis penguasa – sigap 24 jam bela majikan, jaga juragan, kawal pihak yang dermawan bagi-bagi kursi. Karir dan masa depan terjamin, kian semangat berdiri tegak pasang badan.

Padahal, menurut kamus dan bahasa politik. Model manusia dan atau orang dimaksud, masuk kategori 3R (rawan, rentaan, riskan) rasa kemanusiaannya. Kadar perikemanusiaan sesuai pendekatan Rp. Tinggal pencet tombol, knop, tuts mereka akan bergerak bebas.

Masalahnya, mulai akar rumput berkategori masyarakat kurang beruntung dalam peruntungan pendayagunaan akal. Sampai lapisan pelindung penguasa merasa tak butuh rakyat. Akhirnya ada pihak berlaku sebagai penyedia jasa, bukan karena panggilan tugas.

Berkat Perubahan Ketiga UUD NRI 1945, maka Indonesia mengenal hukum. Tepatnya, muncul di Pasal 1 Ayat (3): Negara Indonesia adalah negara hukum. Jangan lupa bahwasanya Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum.

Bukan kesimpulan apalagi temuan lapangan, fakta bersejarah. Tanpa perlu pembuktian terbalik, kontra arus opini masyarakat, kekuatan pasar dalam negeri. Fenomena ‘lembaga penegak hukum’ sebagai panglima, rajadiraja. Sebagai pihak formal penentu jalannya hukum.

Ikhwal ini menentukan praktik demokrasi. Sebaliknya, sang penguasa akibat sentuhan berhala reformasi 3K (kaya, kuasa, kuat) akan menentukan nasib negara lima tahun ke depan.

Nusantara belum punya rumusan resmi apa itu ‘demokrasi politik’. Hukum tak pilih kasih tak kenal tebang pilih. Maksudnya, ‘hukum’ bisa memilah dan atau memilih, pihak mana yang wajib ditebang, ditebas, dilibas sampai tuntas. Blokade, blokir karirnya. Biar tahu rasa. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar