Halaman

Rabu, 20 November 2019

ada kursi ada pantat


ada kursi ada pantat

Sebegitukah, sedemikiankah praktik demokrasi nusantara. Pasang surut praktik, tegak lurus, condong demokrasi rumit diproses hukum karena tidak ada pasal bukti formal. Demokrasi nusantara lebih bunyi jika pasal HAM terédusir. Juga tidak. Drastis, Pasal versi melecehkan martabat dan atau wibawa (kepala) negara, dan atau perbuatan tidak menyenangkan penguasa menjadi perumusan tolok ukur IDI (Indeks Demokrasi Indonesia).

IDI adalah indikator komposit yang menunjukkan tingkat perkembangan demokrasi di Indonesia. Tingkat capaiannya diukur berdasarkan pelaksanaan dan perkembangan tiga aspek demokrasi, yaitu Kebebasan Sipil (Civil Liberty), Hak-Hak Politik (Political Rights), dan Lembaga Demokrasi (Institution of Democracy).

Padahal, kata wong Jawa, sopo sing nyekel gaman, gegaman, ngroso dhuwé panguwasa sing gedhé. Ketoke cedhak karo rakyat. Nanging sejatiné malah wewenangé kanggo: tembak di tempat, gebuk di tempat.

Kilas balik ke wujud jadi trias politika. Konsep dari negara asing yang sampai di nusantara, disesuaikan dengan alam pikir manusia politik dan anak bangsa pada umumnya. Dikaitkan dengan praktik pemilihan umum.

Pemilu legislatif untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah. Pilpres untuk menetapkan pasangan RI-1 dan RI-2. Yudikatif – dengan segala definisi yuridis –  yang masuk jajaran sebutan ‘pembantu presiden’. Senasibnya melalui jalur uji kelaikan dan kepatuhan, plus melalui saringan DPR RI.

Demokrasi  Nusantara tidak megenal teori kejahatan politik, kelompok politik terpinggirkan, konflik politik, bencana politik, penyakit politik. Kalau cuma olok-olok politik, sekedar dinamika jaga wibawa negara. Dipelihara oleh negara. Agar sigap 24 jam, diberi menu madu plus telur ayam babon mentah rasa jagung impor. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar