Halaman

Jumat, 22 November 2019

generasi skenhaf vs generasi sadamé

generasi skenhaf vs generasi sadamé

Bermula dari iseng comot peribahasa Jawa – maksudnya, pakai bahasa Jawa atau hanya terjadi pada suku bangsa Jawa – berujar: sadawané lurung isih dawa gurung. Alih bahasa berbunyi: panjang jalan masih kalah panjang dibanding mulut yang bicara. Apalagi bila cerita tersebut merupakan berita yang negatif, maka ybs akan menyebarkanluaskan tanpa diminta. Apalagi berkat jasa media massa dan sejenisnya. Menjadi pengganda, penebar dan penabur berita fasik.

Lazim terjadi di anak manusia politik. Melihat lawan politik, darah meluap. Apa saja yang dilakukan pihak lawan politik, selalu dianggap salah. Bukan buta politik atau tuna ajar dan didik politik. Yang jelas mereka melek teknologi sebelum waktunya. Gagal paham malah menjadikan bangga diri. Dari mana datangnya mereka.

Hebatnya, walau sebagian dari kawanan dimaksud, saat pilpres 2019 belum punya hak pilih. Langsung terlibat dalam olok-olok politik. Semangkin otak encer, tokcer dipastikan semangkin giat, gigih mencari kesalahan pihak lawan. Bisa mengalahkan kinerja informan, ahli lacak dan endus, penguping kicau kicauan, juru sensor, penyadap bisik-bisik dan serumpunnya.

Ironis binti miris, saat bercermin, sedang berkaca sambil berkacak pinggang, merasa melihat bayangan lawan politik tersenyum padanya.

Modus kawanan ini sesuai kata kunci pada judul. Bisa mandiri atau sinergi. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar