generasi skenhaf vs
generasi sadamé
Bermula dari iseng comot
peribahasa Jawa – maksudnya, pakai bahasa Jawa atau hanya terjadi pada suku
bangsa Jawa – berujar: sadawané lurung isih dawa gurung. Alih bahasa berbunyi: panjang jalan masih kalah panjang
dibanding mulut yang bicara. Apalagi bila cerita tersebut merupakan berita yang
negatif, maka ybs akan menyebarkanluaskan tanpa diminta. Apalagi berkat jasa
media massa dan sejenisnya. Menjadi pengganda, penebar dan penabur berita
fasik.
Lazim terjadi di anak
manusia politik. Melihat lawan politik, darah meluap. Apa saja yang dilakukan
pihak lawan politik, selalu dianggap salah. Bukan buta politik atau tuna ajar
dan didik politik. Yang jelas mereka melek teknologi sebelum waktunya. Gagal paham
malah menjadikan bangga diri. Dari mana datangnya mereka.
Hebatnya, walau sebagian
dari kawanan dimaksud, saat pilpres 2019 belum punya hak pilih. Langsung terlibat
dalam olok-olok politik. Semangkin otak encer, tokcer dipastikan semangkin
giat, gigih mencari kesalahan pihak lawan. Bisa mengalahkan kinerja informan, ahli
lacak dan endus, penguping kicau kicauan, juru sensor, penyadap bisik-bisik dan
serumpunnya.
Ironis binti miris, saat
bercermin, sedang berkaca sambil berkacak pinggang, merasa melihat bayangan
lawan politik tersenyum padanya.
Modus kawanan ini sesuai
kata kunci pada judul. Bisa mandiri atau sinergi. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar