Halaman

Jumat, 08 November 2019

kawasan bebas radikal bebas vs jalur khusus berkebutuhan khusus


kawasan bebas radikal bebas vs jalur khusus berkebutuhan khusus

 Terminologi frasa ‘radikal bebas’ dan ‘berkebutuhan khusus’, sudah dibakukan di produk statuta hukum nasional. Minimal sesuai disiplin ilmu. Kendati tak akan lepas dari versi pendapat para ahli. Penerapannya, selalu ketinggalan zaman kalah laju dengan adab manusia dan atau orang nusantara.

Iklim demokrasi yang masih ada, peninggalan zaman penjajahan. Liwat saringan ‘nasakom’ menjadi kian jelas warna politik. Merah sang Dwi-Warna mampu melunturi putih. Dari bawah, rasa bangga dengan masa lalu yang sudah berlalu. Merasa aman, nyaman dengan peran dan posisinya.

Bentuk nyata kehidupan paket bermasyarakat plus minus berbangsa sebagai menu harian, kalah garang dengan aksi dan gerakan pengusa saat sibuk bernegara. Memang urus negara tidak boleh main-main. Tidak boleh coba-coba. Hak bongkar pasang kursi agar kursi nasional aman terkendali. Jangan ditanya.

Geser-menggeser kursi kawanan pembantu presiden. Bagi hasil, balas jasa, balas budi sekaligus balas dendam menjadi lagu wajib. Sejarah bisa dianakliarkan. Pilkada serentak memang bukan ajang orang iseng behadiah. Permainan kuasa negara, adu nyali antar kuat ekonomi, maupun pamer unjuk gigi antar kaya sosial (baca: banyak penganut).

Struktur piramida bentuk dan praktik pemerintahan di NKRI, bukan tanpa efek domino. Peran, posisi rakyat sebagai pondasi, landasan tumpuan, alas pijakan. Menerima  beban, tekanan merata, tepatnya sebagai pendukung total dan loyal NKRI. Banyaknya provinsi, sebaran populasi, demografi menunjukkan peta multiguna, multimanfaat dan multitafsir.

Masih ada puing-puing rasa kemanusiaan yang tersisa di hati manusia politik. Reformasi lebih kejam ketimbang ibu tiri.[HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar