kawasan bebas radikal bebas vs jalur khusus berkebutuhan khusus
Terminologi frasa ‘radikal
bebas’ dan ‘berkebutuhan khusus’, sudah dibakukan di produk statuta hukum
nasional. Minimal sesuai disiplin ilmu. Kendati tak akan lepas dari versi
pendapat para ahli. Penerapannya, selalu ketinggalan zaman kalah laju dengan
adab manusia dan atau orang nusantara.
Iklim demokrasi yang masih ada, peninggalan zaman
penjajahan. Liwat saringan ‘nasakom’ menjadi kian jelas warna politik. Merah sang
Dwi-Warna mampu melunturi putih. Dari bawah, rasa bangga dengan masa lalu yang
sudah berlalu. Merasa aman, nyaman dengan peran dan posisinya.
Bentuk
nyata kehidupan paket bermasyarakat plus minus berbangsa sebagai menu harian,
kalah garang dengan aksi dan gerakan pengusa saat sibuk bernegara. Memang urus
negara tidak boleh main-main. Tidak boleh coba-coba. Hak bongkar pasang kursi
agar kursi nasional aman terkendali. Jangan ditanya.
Geser-menggeser
kursi kawanan pembantu presiden. Bagi hasil, balas jasa, balas budi sekaligus
balas dendam menjadi lagu wajib. Sejarah bisa dianakliarkan. Pilkada serentak
memang bukan ajang orang iseng behadiah. Permainan kuasa negara, adu nyali
antar kuat ekonomi, maupun pamer unjuk gigi antar kaya sosial (baca: banyak
penganut).
Struktur
piramida bentuk dan praktik pemerintahan di NKRI, bukan tanpa efek domino. Peran,
posisi rakyat sebagai pondasi, landasan tumpuan, alas pijakan. Menerima beban, tekanan merata, tepatnya sebagai
pendukung total dan loyal NKRI. Banyaknya provinsi, sebaran populasi, demografi
menunjukkan peta multiguna, multimanfaat dan multitafsir.
Masih ada
puing-puing rasa kemanusiaan yang tersisa di hati manusia politik. Reformasi lebih
kejam ketimbang ibu tiri.[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar