Halaman

Sabtu, 23 November 2019

generasi sadamai, nonradikal plus tidak pakai mikir


generasi sadamai, nonradikal plus tidak pakai mikir

Terjadinya, tempat kejadian ikhwal yang cukup memilukan sekaligus memalukan. Tidak bagi pelakunya. Coba simak, sidak dengan cerdas, cermat, ceria salah model medsos bersebut ‘facebook’. Penerima manfaat, pengguna akhir nyaris dari semua kategori penduduk. Termasuk penulis.

Tidak ada pasal yang dilanggar. Memangnya aparat penegak hukum yang gemar.

Pengguna aktif ‘facebok’ dari kawanan pro-penguasa – probanget – mengerucut pada satu karakter. Sedemikiian gigih menjunjung junjungannya sampai lupa menghargai harga diri sendiri. Disebut efek domino politik sebagai agama. Berkat ramuan ajaib revolusi karakter, mereka berani berujar tertulis.

Tepatnya, dengan menggunakan data yang sama. Perlu buka catatan dan ingatan, bahwa yang dimaksud dengan “data” adalah kumpulan fakta berupa angka, huruf, gambar, suara, peta, atau citra tentang karakteristik atau ciri-ciri suatu objek.

Perlu asupan gizi, kalori bahwasanya yang dimaksud dengan "asas kebebasan berekspresi" adalah bahwa upaya sadami (satu data ramai-ramai) menjamin kebebasan individu atau kelompok dalam menyampaikan ekspresi kebudayaannya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu opini. Di ‘facebook, beberapa pengguna aktif dimaksud, dengan bangga mampu menayangkan “data”. Dibumbui komentar olok-olok politik. Maunya, semua pihak yang beda pilihan, wajib dibasmi di tempat. Makanya, modus radikalisme terselubung dan dipelihara oleh negara. Bak pahlawan pilih tanding. Sigap kawal majikan, bela juragan, pasang badan 24 jam. 

Contohnya, lihat sendiri di medsos dimaksud. Mungkin, penayangan “sadamai” akan menjadi rujukan penelitian adab anak bangsa negara berkembang oleh pihak asing. Didaulat secara global sebagai satu-satunya yang ada, pernah ada dan masih ada. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar