generasi sadamai,
nonradikal plus tidak pakai mikir
Terjadinya, tempat
kejadian ikhwal yang cukup memilukan sekaligus memalukan. Tidak bagi pelakunya.
Coba simak, sidak dengan cerdas, cermat, ceria salah model medsos bersebut ‘facebook’.
Penerima manfaat, pengguna akhir nyaris dari semua kategori penduduk. Termasuk penulis.
Tidak ada pasal yang
dilanggar. Memangnya aparat penegak hukum yang gemar.
Pengguna aktif ‘facebok’
dari kawanan pro-penguasa – probanget – mengerucut pada satu karakter. Sedemikiian
gigih menjunjung junjungannya sampai lupa menghargai harga diri sendiri. Disebut
efek domino politik sebagai agama. Berkat ramuan ajaib revolusi karakter,
mereka berani berujar tertulis.
Tepatnya, dengan
menggunakan data yang sama. Perlu buka catatan dan ingatan, bahwa yang dimaksud
dengan “data” adalah kumpulan fakta berupa angka, huruf, gambar, suara,
peta, atau citra tentang karakteristik atau ciri-ciri suatu objek.
Perlu asupan gizi,
kalori bahwasanya yang dimaksud dengan "asas kebebasan berekspresi" adalah bahwa
upaya “sadami” (satu data ramai-ramai)
menjamin kebebasan individu atau kelompok dalam menyampaikan ekspresi kebudayaannya
sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Kemudian daripada itu
untuk membentuk suatu opini. Di ‘facebook, beberapa pengguna aktif dimaksud,
dengan bangga mampu menayangkan “data”. Dibumbui komentar olok-olok politik. Maunya,
semua pihak yang beda pilihan, wajib dibasmi di tempat. Makanya, modus
radikalisme terselubung dan dipelihara oleh negara. Bak pahlawan pilih tanding.
Sigap kawal majikan, bela juragan, pasang badan 24 jam.
Contohnya, lihat sendiri di medsos dimaksud. Mungkin,
penayangan “sadamai” akan menjadi rujukan penelitian adab anak bangsa negara
berkembang oleh pihak asing. Didaulat secara global sebagai satu-satunya yang
ada, pernah ada dan masih ada. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar