memoles indera radikal
generasi skenhaf
Barangsiapa mampu mendayagunakan otak kanan maupun otak
kiri di bawah rata-rata kategori manusia berpikir. Patut diduga sebagai ahli
komen yang tak pakai pikir panjang. Model sumbu pendek. Hubungan pendek asal
menguntungkan, itulah yang dicari. Pemikir tembus waktu.
Ujung jari tangan sudah mati rasa. Sebagai alat indera
peraba, alih fungsi menjadi juru tekan tuts. Atas perintah otak. Daya bahasa
kian fokus. Khususnya pada kata nista diri. Olok-olok politik itu mah klas
rendahan. Tidak hanya kebawa ke alam mimpi bawah sadar. menjadi menuu harian secara sadar diri dan berdedikasi.
Dimodali penggunaan kata: radikal, fundamentalis, militan, ekstrimis, fanatisme, teror, horor, makar,
ujaran kebencian, provokasi, separatis, penebar dan penabur berita fasik dan
selanjutnya. Tanpa buka kamus bahasa. Malah buka kamus politik lokal. Ditambah
dengan atau hasilnya: olok-olok politik.
Bahwasanya main politik di nusantara, tidak perlu orang
waras. Tak perlu pakai akal sehat, tak perlu modal otak encer, tak butuh jiwa
tenang maupun tak usah punya raga prima. Sebegitukah. Yang terdeteksi kacamata
awam atau tinggal pirsa di media apa pun. Mulai manusia politik sekaliber
petugas partai sampai tukang keplok, juru sorak. Merasa layak diri memunculkan
diri dengan modus apapun.
Di level paling bawah, muncul kawanan manusia mudah
menangkap modus sigap libas bangsa sendiri. Modal kata, frasa yang terasa
gagah, gemulai. Mirip pelaku skenario hafalan. Itu dia maksudnya. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar