generasi skenhaf,
belatung politik tak mau nista sendirian
Petani dengan ilmu turun-temurun. Saat praktik ramah
dengan alam, di sawah sendiri atau sebagai buruh tani. Akan diusik lawan,
seteru, musuh bebuyutan. Muncul kebijakan pemerintah: Pengendalian Hama Terpadu
(PHT). Ramuan pestisida nabati untuk cegah tangkal radikalisme hama.
Kebijakan presiden ke-7 RI lebih bijak. Sehingga, praktik
tanah kas desa telah dimanfaatkan bagi petani-petani gurem dan tak bertanah
dengan sistem pembagian hasil (bagi hasil). Hal ini banyak dilakukan aparat
desa sebagai perwujudan rasa “kemanusiaan dan solidaritas”. Bentuk lain berupa redistribusi
lahan pada buruh tani yang tidak memiliki lahan dan petani gurem yang memiliki
lahan kurang dari 0,3 hektar. Nampak di tahun 2017 Presiden cukup puas dengan
seremonial bagi-bagi sertipikat tanah.
Di lahan/tanah/panggung politik. Belum tanam padi, sudah
muncul aneka gulma, hama maupun modus musuh petani. Kebal pestisida kimia
sintetis. Pagi modar satu, siang muncul tiga kawanan. Peolok-olok politik hanya
klas picisan. Klas benalu politik, sudah usang. Belatung politik khas
nusantara.
Pelaksanaan reforma agraria dan penyelesaian ribuan
konflik agrarian di sektor perkebunan, bagi pemenuhan hak petani gurem dan
tunakisma (landless), sebagaimana dijanjikan Presiden. Simak Perpres
86/2018 tentang Reforma Agraria, yang mengenalkan istilah ‘sertipikat’.
Meski kebijakan politik pemerintah secara substansi seolah
pro-rakyat, namun sejak diundangkan, baik pemerintah pusat maupun daerah masih
belum mampu menerjemahkan secara teknis. Bahkan semangkin jauh dari kebutuhan
rakyat. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar