Halaman

Jumat, 22 November 2019

generasi skenhaf, belatung politik tak mau nista sendirian


generasi skenhaf, belatung politik tak mau nista sendirian

Petani dengan ilmu turun-temurun. Saat praktik ramah dengan alam, di sawah sendiri atau sebagai buruh tani. Akan diusik lawan, seteru, musuh bebuyutan. Muncul kebijakan pemerintah: Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Ramuan pestisida nabati untuk cegah tangkal radikalisme hama.

Kebijakan presiden ke-7 RI lebih bijak. Sehingga, praktik tanah kas desa telah dimanfaatkan bagi petani-petani gurem dan tak bertanah dengan sistem pembagian hasil (bagi hasil). Hal ini banyak dilakukan aparat desa sebagai perwujudan rasa “kemanusiaan dan solidaritas”. Bentuk lain berupa redistribusi lahan pada buruh tani yang tidak memiliki lahan dan petani gurem yang memiliki lahan kurang dari 0,3 hektar. Nampak di tahun 2017 Presiden cukup puas dengan seremonial bagi-bagi sertipikat tanah.

Di lahan/tanah/panggung politik. Belum tanam padi, sudah muncul aneka gulma, hama maupun modus musuh petani. Kebal pestisida kimia sintetis. Pagi modar satu, siang muncul tiga kawanan. Peolok-olok politik hanya klas picisan. Klas benalu politik, sudah usang. Belatung politik khas nusantara.

Pelaksanaan reforma agraria dan penyelesaian ribuan konflik agrarian di sektor perkebunan, bagi pemenuhan hak petani gurem dan tunakisma (landless), sebagaimana dijanjikan Presiden. Simak Perpres 86/2018 tentang Reforma Agraria, yang mengenalkan istilah ‘sertipikat’.

Meski kebijakan politik pemerintah secara substansi seolah pro-rakyat, namun sejak diundangkan, baik pemerintah pusat maupun daerah masih belum mampu menerjemahkan secara teknis. Bahkan semangkin jauh dari kebutuhan rakyat. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar