re-radikalisasi generasi
sadamai, gaya tanpa daya vs gengsi tanpa isi
Belum lengkap disebut
manusia dan atau orang nusantara. Merasa telah menemukan jati dirinya. Sesuai cita-cita,
angan-angan. Begitu terwujud, kalah klas dengan pihak lawan yang jauh lebih
belia. Dibanding teman sepermainan – yang menurut persepsinya, biasa-biasa saja
– ternyata setelah jadi orang. Jauh di atas jati dirinya yang sudah tepuk dada
dengan atribut.
Lupa dengan ujaran peingat
turun-temurun “di atas langit masih ada langit”. Usaha diri sampai mati gaya. Dibela
mati-matian tetap begitu-begitu saja. Merasa sudah berbuat banyak, berkorban
apa adanya. Hasilnya, begini-begini saja. Sudah tampil penuh gaya.
Pencarian jati diri
periode lanjutan, tanpa sadar dan rasa diri terjebak tindak rasionalisasi atau
pembenaran. Masa peralihan sebagai pelatihan. Berpacu melawan detak waktu dan
laju umur. Pertumbuhan umur sesuai deret hitung, pertambahan pencarian jati diri
melonjak sesuai deret hitung.
Faktor jiwa lebih diterjemahkan sebagai merasa
menjiwai setiap tindakan diri. Mematut diri sekaligus memposisikan diri. Merasa
sejajar dengan pihak yang sukses duniawi. Langsung mampu membodohkan pihak lain
yang beda warna. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar