Halaman

Senin, 25 November 2019

re-radikalisasi generasi sadamai, gaya tanpa daya vs gengsi tanpa isi


re-radikalisasi generasi sadamai, gaya tanpa daya vs gengsi tanpa isi

Belum lengkap disebut manusia dan atau orang nusantara. Merasa telah menemukan jati dirinya. Sesuai cita-cita, angan-angan. Begitu terwujud, kalah klas dengan pihak lawan yang jauh lebih belia. Dibanding teman sepermainan – yang menurut persepsinya, biasa-biasa saja – ternyata setelah jadi orang. Jauh di atas jati dirinya yang sudah tepuk dada dengan atribut.

Lupa dengan ujaran peingat turun-temurun “di atas langit masih ada langit”. Usaha diri sampai mati gaya. Dibela mati-matian tetap begitu-begitu saja. Merasa sudah berbuat banyak, berkorban apa adanya. Hasilnya, begini-begini saja. Sudah tampil penuh gaya.

Pencarian jati diri periode lanjutan, tanpa sadar dan rasa diri terjebak tindak rasionalisasi atau pembenaran. Masa peralihan sebagai pelatihan. Berpacu melawan detak waktu dan laju umur. Pertumbuhan umur sesuai deret hitung, pertambahan pencarian jati diri melonjak sesuai deret hitung. 

Faktor jiwa lebih diterjemahkan sebagai merasa menjiwai setiap tindakan diri. Mematut diri sekaligus memposisikan diri. Merasa sejajar dengan pihak yang sukses duniawi. Langsung mampu membodohkan pihak lain yang beda warna. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar