Rokok,
Murah Efek Dominonya Tidak Murah
Rokok memang tidak hanya menyesuaikan diri dengan selera mulut
si perokok, tetapi juga memperdulikan nasib isi kantong pembeli. Bisa dibeli
aceran per batang, di mana saja, kapan saja. Rakyat yang belum bekerja pun bisa
membelinya dengan tenang, tanpa sembunyi-sembunyi. Gaya menghisapnya pun tidak
malu-malu kucing, sudah tampak ahli, melebihi usianya.
Asumsi pemerintah sangat sederhana, simpel dan masuk
akal. Tiap tahun selalu terjadi regenerasi perokok anak. Tidak perlu membuat UU
dengan pasal melarang anak merokok. Kepedulian dan kebijakan pemerintah dengan
tidak perlu membentuk detasemen khusus anti perokok anak.
Pemerintah memilih langkah bijak, serahkan perokok anak
kepada ahlinya. Anak tidak sekedar korban iklan, korban pariwara. Kondisi keluarga
yang demokratis. Lingkungan dan teman satu level, semakin membuka peluang dan
akses ke rokok. Di pihak lain, industri rokok sangat proaktif, provoaktif,
atraktif.
Rokok sebagai industri skala nasional, otomatis
mengalahkan aspek kesehatan dan norma sosial. Perokok pasif dianggap salah
sendiri tidak bisa hidup dalam lingkungan yang serba bebas. Kebebasan anak
manusia mengekspreasikan jati diri, citra tak bisa diganggu gugat. Tidak bisa ditangkap
basah walau dengan bukti, diadukan atau dipidana. Kalau perlu disalurkan secara
resmi dan pemerintah wajib memfasilitasinya. [HaèN]