Halaman

Minggu, 22 Oktober 2017

lawan politik vs musuh rakyat vs musuh negara



lawan politik vs musuh rakyat vs musuh negara

Paket keterbelakangan, kemiskinan, kebodohan menjadi musuh besar, lawan utama pemerintah Orde Baru. Pelita (pembangunan lima tahun) demi pelita dicanangkan dan dipraktikkan. Bagi pihak yang berseberangan dengan gaya pemerintah, mendapat stigma anti kemapanan.

Karena Pancasila Sakti, tak ayal presiden kedua RI, yakin tak akan ada yang ngotak-atik. Pasangannya, yaitu UUD 1945, dianggap sudah kokoh. Tidak ada pihak atau “lawan politik” yang akan melakukan bongkar pasang, perubahan atau apapun nama konstitusionalnya atau bahasa hukumnya.

Rakyat semasa Orde Baru sudah dikondisikan sebagai obyek pembangunan atau berbagai tingkat dan cakupan kebijakan pemerintah. Kendaraan politik, sangat cerdas menterjemahkan isi hati sang pengendali utama. Sempat-sempatnya jual nama “demi pembangunan” untuk menakuti rakyat.

Pola pak Harto menghadapi “lawan politik” dengan modus coba rangkul, kalau tak mau, baru didengkul. Beda dengan modus pendekatan keamanan di éra mégatéga 2014-2019, cukup gebuk dulu, rembuk belakangan. Stigma gerakan separatism untuk menutupi gerakan dinasti politik yang jelas sudah sampai skala pemerintah bayangan.

Jelas saja karena di éra mégatéga 2014-2019, poltik adalah penentu nasib bangsa. Maka pihak yang masuk kamus “lawan politik” jangan dikasih ampun.

Tipikor atau kawan koruptor malah naik daun. Secara konstitusional menjadi tindak yang dilindungi, mengingat jasa pelakunya.

Posisi dan status rakyat dikemas dalam format permanent underclass, uneducated people, masyarakat kurang beruntung, rumah tangga miskin, keluarga pra-sejahtera atau sebutan sumbang lainnya.

“Musuh negara” adalah pihak orang dalam yang merongrong wibawa negara. Soal tindak ulah orang luar, bagian dari konspirasi, skenario dari investor politik negara lain, hanya dianggap rekanan.

Manusia ekonomi menjadi tirani minoritas. Kekayaan segelintir mereka setara dengan kekayaan jutaan rakyat atau bahkan rakyat Indonesia. Daya jangkau manusia ekonomi mampu mengendalikan permainan manusia politik. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar