Halaman

Sabtu, 28 Oktober 2017

Rekayasa Aroma Irama Syahwat Politik Nusantara



Rekayasa Aroma Irama Syahwat Politik Nusantara

Konon, ketika UU Ormas atau ora masalah, malah menjadi masalah di sebuah negeri entah berantah. Fakta ini sebagai cerminan adonan politik sepertinya tidak homogen. Memang antar politik ada benang merah tetap tidak bisa disatukan dalam satu wadah demi nusa dan bangsa.

Di internal sebuah partai politik pun, terjadi persaingan bebas. Pasal  bisa saling libas, saling tindas, saling hempas menjadi sah. Padahal cuma rebutan sebongkas ampas tapi bergengsi. Makanya, jabatan ketua umum menjadi jabatan seumur hidup diperkuat dengan hak prerogatif.

Tahun politik selalu ,menimbulkan bencana politik yang memancing bencana lainnya. Anak cucu ideologis memang pekanya hanya dengan suara ketukan pintu istana, bukan sinyal dari pintu langit.

Penguasa memang ahli mencari kambing hitam atas kekurangannya, padahal rakyat sudah total mendukung pemerintah.

Penduduk, warga negara, rakyat, masyarakat sesuai UUD NRI 1945 sudah dipasalkan tentang hak dan kewajibannya serta peran dan posisinya.

Masyarakat demokratis – apa yang dimaksud dengan masyarakat demokratis – penulis belum melakukan tindak penelusuran. Minimal disebut di UUD NRI 1945.

Kembali ke negeri entah berantah yang kaya dengan sumpah serapah, yang mana di mana kenyataannya masyarakat demokratis hanya sebatas sebutan. Tidak dijabarkan sampai tuntas di atas kertas. Kajian akademis mungkin sudah menggunung. Seminar nasional bahas tema masyarakat demokratis malah jadi arena bak acara Indonesia lawak klub. Semua bebas bicara vs bicara bebas.

Jadi, kalau masih ada kawanan parpol yang cari-cari – mulai cari masalah sampai atau sambil cari muka – sah-sah saja secara konstitusional. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar