Rekayasa
Aroma Irama Syahwat Politik Nusantara
Konon, ketika UU Ormas atau ora masalah, malah menjadi masalah
di sebuah negeri entah berantah. Fakta ini sebagai cerminan adonan politik
sepertinya tidak homogen. Memang antar politik ada benang merah tetap tidak
bisa disatukan dalam satu wadah demi nusa dan bangsa.
Di internal sebuah partai politik
pun, terjadi persaingan bebas. Pasal bisa saling libas, saling tindas, saling
hempas menjadi sah. Padahal cuma rebutan sebongkas ampas tapi bergengsi. Makanya,
jabatan ketua umum menjadi jabatan seumur hidup diperkuat dengan hak prerogatif.
Tahun politik selalu ,menimbulkan
bencana politik yang memancing bencana lainnya. Anak cucu ideologis memang
pekanya hanya dengan suara ketukan pintu istana, bukan sinyal dari pintu
langit.
Penguasa memang ahli mencari kambing
hitam atas kekurangannya, padahal rakyat sudah total mendukung pemerintah.
Penduduk, warga negara, rakyat,
masyarakat sesuai UUD NRI 1945 sudah dipasalkan tentang hak dan kewajibannya
serta peran dan posisinya.
Masyarakat demokratis – apa yang
dimaksud dengan masyarakat demokratis – penulis belum melakukan tindak penelusuran.
Minimal disebut di UUD NRI 1945.
Kembali ke negeri entah berantah
yang kaya dengan sumpah serapah, yang mana di mana kenyataannya masyarakat
demokratis hanya sebatas sebutan. Tidak dijabarkan sampai tuntas di atas
kertas. Kajian akademis mungkin sudah menggunung. Seminar nasional bahas tema
masyarakat demokratis malah jadi arena bak acara Indonesia lawak klub. Semua bebas bicara vs bicara
bebas.
Jadi, kalau masih ada kawanan parpol
yang cari-cari – mulai cari masalah sampai atau sambil cari muka – sah-sah saja
secara konstitusional. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar