beli
mie ayam tanpa 3S
Mie ayam, sebagai lauk atau santapan
basah, setengah berat, pengganjal perut keroncongan, bisa kita beli di warung
atau penjaja keliling. Demi memanjakan perut, maka ada variasi mie ayam.
Harga jual mie ayam per mangkok,
masih terjangkau oleh daya beli rakyat papan bawah. Pelajar atau anak didik,
yang katanya belum bisa cari duit, ada yang penyuka.
Mie yang dipakai ada dua alternatif,
mie basah dan mie kering. Tinggal selera atau motivasi tertentu. Semua mie
berbasis warna kuning. Kalau menyebut mie putih artinya bihun, so’on atau
sebutan lainnya sesuai kedaerahan.
Bumbu apa saja yang dipakai. Karena diolah
di tempat, maka bumbu bisa sesuai selera pemesan. Tersedia kelengkapan teman makan
mie, yaitu aneka jenis kerupuk, khususnya pangsit. Sayur yang diimbuhkan memang
tipikal, standar. Mangkok sepertinya ada yang memasok atau mangkok sponsor.
Masuk jajaran makanan rakyat,
makanya mie ayam jarang sebagai menu pada pesta pernikahan. Atau ada namun
dengan mangkok putih, sekedar tombo kangen.
Paling tidak di jajaran warung
pingir jalan, mie ayam bisa menyatukan umat manusia. Disantap sambil ngobrol
ngalor-ngidul, wetan bali ngulon. Dimeraihkan dengan suara musik pengamen jalanan, yang
tampilan dan tampangnya khas. Kebanyakan pengamen tunggal bermodal gitar.
Kalau saya beli mie ayam, karena
selera maka saya pesan tanpa 3S.
“S” pertama adalah ‘sasa’ atau bumbu
penyedap. Impor atau didatangkan dari negara tetangga. Atau merek lainnya. Perasa
buatan memang mampu menggoyang lidah yang masih sensitif dengan rasa. Bagi umat
manusia yang perutnya sensitif, akan
mensortir asupan perasa buatan.
“S” kedua adalah sambal. Sambal hijau
atau sambal ambil kuahnya saja. Ini terkait dengan sensitivitas perut. Kalau sambal
berbahan baku cabai yang diuleg lembut, bukan digiling, perut masih mentolerir.
Khasiat sampingan sambal bisa sebagai obat pencahar, agar BAB lancar, sesuai
waktu buang.
“S” ketiga adalah ‘sabun colek’. Maksudnya
saus, adonan, pasta warna merah menyala. Bahan bakunya memang rahasia
perusahaan, industri rumah tangga mampu memproduk ‘sabun colek’ dimaksud. Komposisinya
mungkin dengan segala rasa.
Di pihak lain, jika orang awak masak
rendang dengan bumbu olahan sendiri. Yang dimasukkan sesuai proses. Tentu akan
beda dengan beli bumbu jadi di pasar tradisional. Pengalaman mengatakan, masak
rendang daging sekilo akan membutuhkan bumbu gilingan sekian bungkus atau Rp.
Jadi, antara lidah dengan perut,
harus ada koordinasi. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar