reklamasi
teluk Jakarta, klimaks kesenjangan nasional
Gonjang-ganjing, nasionalisme
setengah hati yang mendominasi jalannya reklamasi teluk Jakarta, wajar, pantas,
layak karena teritorial ibukota negara. Tidak sekedar menarik opini penduduk
berKTP-e DKI Jakarta – yang mungkin
malah cuek bebek – tetapi putera-putera, anak bangsa yang peduli bangsa
seutuhnya.
Untuk mengetahui tingkat kewajaran
reklamasi teluk Jakarta dengan cara analog mengapa kita mempunyai niat menambah
luas lantai rumah tinggal. Apakah semua tanah dijadikan bangunan, tapi
melanggar aturan. Akhirnya, ditingkat.
Ok. Cari contoh jangan rumah tingal
pribadi. Sama saja kalau yang punya usaha kos-kosan. Menambah kamar untuk
menampung penyewa.
Kalau tempat pemakaman umum, wakaf
atau bukan, mau diperluas. Walau sudah terjadi makam bertumpuk. Satu liang
lahat dengan beberapa nama terkubur.
Jalur rel kereta api, agar lancar
karena tidak saling menunggu di jelang persimpangan, maka dibuatlah oleh
pemerintah jalur rel ganda. Sehingga kereta api klas rakyat tidak harus selalu
mengalah.
Agaknya, dalam hal pembangunan maka
rakyat harus selalu mengalah atau pada pihak yang dianggap, diposisikan harus
siap menerima resiko.
Masih ingat upaya pemerintah,
periode kapan pun, yang mewujudkan masyarakat (golongan menengah-atas)
sejahtera. Ditengarai selagi masih ada keluh kesenjangan, ketimpangan,
ketidakmerataan, disparitas hasil pembangunan antarwilayah. Itu saja, sederhana
kan kawan.
RPJMN 2015-2019 menjelaskan dengan ikhlas contoh nyata :
Kesenjangan pembangunan antara wilayah desa dengan
wilayah kota;
Kesenjangan pembangunan antara desa-kota;
Kesenjangan pembangunan antara kota-kota;
Kesenjangan pembangunan antara daerah tertinggal dengan
daerah maju;
Kesenjangan pembangunan antara Kawasan Barat Indonesia
(KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI);
Jadi, apakah proyek reklamasi teluk
Jakarta, masuk kategori kesenjangan. Khususnya potensi konflik antar pihak. Contoh
tidak nyata :
Kesenjangan antara penduduk dengan pendatang
Kesenjangan antara pengusaha asing dengan nelayan lokal
Kesenjangan antara ekonomi lokal dengan ekonomi penjajah
legal
Kesenjangan antara manusia politik dengan manusia ekonomi
Kesenjangan antara penguasa, aparat dengan rakyat, masyarakat
adat
Kesenjangan antara syahwat birokrat dengan adat istiadat
Kesenjangan antara
wibawa negara dengan aspirasi rakyat
Kesenjangan antara
. . . . [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar