Halaman

Jumat, 13 Oktober 2017

reklamasi teluk Jakarta, klimaks kesenjangan nasional



reklamasi teluk Jakarta, klimaks kesenjangan nasional

Gonjang-ganjing, nasionalisme setengah hati yang mendominasi jalannya reklamasi teluk Jakarta, wajar, pantas, layak karena teritorial ibukota negara. Tidak sekedar menarik opini penduduk berKTP-e DKI Jakarta  – yang mungkin malah cuek bebek – tetapi putera-putera, anak bangsa yang peduli bangsa seutuhnya.

Untuk mengetahui tingkat kewajaran reklamasi teluk Jakarta dengan cara analog mengapa kita mempunyai niat menambah luas lantai rumah tinggal. Apakah semua tanah dijadikan bangunan, tapi melanggar aturan. Akhirnya, ditingkat.

Ok. Cari contoh jangan rumah tingal pribadi. Sama saja kalau yang punya usaha kos-kosan. Menambah kamar untuk menampung penyewa.

Kalau tempat pemakaman umum, wakaf atau bukan, mau diperluas. Walau sudah terjadi makam bertumpuk. Satu liang lahat dengan beberapa nama terkubur.

Jalur rel kereta api, agar lancar karena tidak saling menunggu di jelang persimpangan, maka dibuatlah oleh pemerintah jalur rel ganda. Sehingga kereta api klas rakyat tidak harus selalu mengalah.

Agaknya, dalam hal pembangunan maka rakyat harus selalu mengalah atau pada pihak yang dianggap, diposisikan harus siap menerima resiko.

Masih ingat upaya pemerintah, periode kapan pun, yang mewujudkan masyarakat (golongan menengah-atas) sejahtera. Ditengarai selagi masih ada keluh kesenjangan, ketimpangan, ketidakmerataan, disparitas hasil pembangunan antarwilayah. Itu saja, sederhana kan kawan.

RPJMN 2015-2019 menjelaskan dengan ikhlas contoh nyata :
Kesenjangan pembangunan antara wilayah desa dengan wilayah kota;
Kesenjangan pembangunan antara desa-kota;
Kesenjangan pembangunan antara kota-kota;
Kesenjangan pembangunan antara daerah tertinggal dengan daerah maju;
Kesenjangan pembangunan antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI);

Jadi, apakah proyek reklamasi teluk Jakarta, masuk kategori kesenjangan. Khususnya potensi konflik antar pihak. Contoh tidak nyata :
Kesenjangan antara penduduk dengan pendatang
Kesenjangan antara pengusaha asing dengan nelayan lokal
Kesenjangan antara ekonomi lokal dengan ekonomi penjajah legal
Kesenjangan antara manusia politik dengan manusia ekonomi
Kesenjangan antara penguasa, aparat dengan rakyat, masyarakat adat
Kesenjangan antara syahwat birokrat dengan adat istiadat
Kesenjangan antara  wibawa negara dengan aspirasi rakyat
Kesenjangan antara  . . . .  [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar