reformasi
pe-revolusi mental, ideologi kedaluwarsa vs ideologi overdosis
Bangsa ini sangat peka, sedemikian
tanggap, super sensitif. Bukti ringannya gampang dan simple, tak peru bayar
lembaga survey berbayar :
Pertama, ketika Panglima TNI
melalukan manuver politik, dengan tindak tutur maupun tindak laku, maka banyak
pihak heboh. Langsung mengatakan inkonstitusional, harus meninggalkan dan
menanggalkan jabatan.
Kedua, walau terbukti kapolri modal asas
loyal, setia, patuh, taat sampai berkeringat, berjibaku menjalankan peta
politik penguasa, dengan berbagai modus. Sementara pihak adem ayem. Dianggap pengorbanan
konstituisonal.
Wajar kalau tahun 2018 adalah tahun
politik. Terlebih pilkada serentak, termasuk pemilihan gubernur Jabar, Jateng
dan Jatim, yang popuasi ketiganya sekitar 47,55% populasi penduduk NKRI. Kondisi
ini, di atas kertas sangat menggiurkan buat batu loncatan ke pemilu serentak
2019.
Seperti lazimnya, petinggi parpol
akan muncul di layar kaca atau media lainnya. Sport jantung serta muka badak
menjadi agenda dan menu politik. Adu kepentingan antar pihak, termasuk
perpanjangan tangan kepentingan non-nasional sudah berkibar dan berkobar.
Pihak yang ingin melanggengkan
kekuasaan, jabatan tentu jauh tahun sudah pasang kuda-kuda, siaga 24 jam. Sudah
siap urutan rencana dan tahapan pendayagunaan sumber biaya politik.
Rasanya, bangsa ini seperti memutar
ulang adegan atau fragmen sejarah. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar