Halaman

Kamis, 05 Oktober 2017

Dilema Ijazah, Bukti Prestasi vs Bukti Prestise



Dilema Ijazah, Bukti Prestasi vs Bukti Prestise

Di NKRI, salah satu syarat ikut pemilu legislatif, pilpres, pilkada sampai melamar pekerjaan, acap ada syarat : berpendidikan paling rendah tamat sekolah pendidikan menengah dan/atau pendidikan tinggi.

Bahkan syarat ijazah PTN/PTS menjadi syarat utama melamar pekerjaan. Ditambah dengan syarat nilai IPK, kemampuan berbahasa asing, dsb. Banyak tuah, manfaat terukur bagi pemegang ijazah. Dampak pada status kepegawaian bagi PNS/ASN. Dampak sosial di masyarakat yang mendongkrak status sosial.

Sejalan dengan kemanfaatan ijazah sebagai syarat wajib administrasi, membuka peluang modus “jual beli ilmu”. Mulai dari STM (sekolah tergantung murid) bisa mencetak ijazah formal, legal dan terdaftar sampai tingkat pendidikan menengah. Pernah dikenal dengan sebutan ijazah aspal atau’aseli tapi palsu’. Di samping  pola kejar Paket A, B sampai C.

Ironis binti miris, lembaga pendidikan tinggi pemerintah/swasta, mempunyai kegaiatan produktif sampingan dengan menawarkan jasa mampu mencetak ijazah S1. S2. S3 bahkan gelar Profesor dengan sistem paket hemat.

Seolah dengan status duniawi, menjadikan orang baru merasa prcaya diri. Merasa punya harga diri. Apalagi jika semakin tinggi tarif “jual beli ilmu” berbanding lurus dengan strata harga diri penikmatnya. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar