ideologi
oplosan Nusantara, masih setengah cangkir tambah air panas
Mengacu kamus politik dan bahasa
politik. Maka yang dimaksud dengan ‘masih setengah cangkir’ sangat kondisional. Tergantung
selera dan akal, nalar, logika politik yang sok mau tahu.
Bagi yang acuh, tetap acuh. Bagi anggota
partai politik yang jam terbang, rekam jejak tipu-tipunya sudah memenuhi syarat
adiminstrasi meningkat jadi kader, tak akan terjebak debat kusir “setengah
kosong = setengah isi”.
Sudah menjadi rahasia anak balita
kalau “kosong=isi” karakter partai politik kambuhan di Nusantara. Terdaftar adanya
partai politik yang lebih tua dari NKRI. Riwayat mereka kini. Apakah sudah
banyak yang terkubur. Atau masih ada yang akur-akur.
Ironis binti miris, dosa bawaan dari
organisasi kekuatan sosial politik, bukan partai politik namun identik dengan
rezim Orde Baru. Bak masih setengah cangkir. Sempalannya memang banyak yang
mendirikan partai politik, ada yang sukses ada yang sekali muncul.
Setelah berubah wujud menjadi bentuk
partai politik, seperti penampungan serigala politik, buaya politik, ular
politik. Pernah mempunyai dua kubu dalam satu tubuh.
Masih setengah cangkir, ada yang diisi
ulang dengan “benda asing” namun mujarab bagi kesehatan partai. Antara merek, lambang,
kemasan dengan isi, komposisi, ukuran seperti tak ada hubungannya. Aroma irama
politiknya tak menunjukkan karakter sesungguhnya. Terkontaminasi dengan sistem
buka-tutup partai. Berkat bahan pengawet, perasa buatan pewarna imitasi
menjadikan sosok seolah tegar. Besar berkat nama besar.
Masa lalmpau, masa lalu ada yang
dikenang. Ada yang dimanipulasi. Tidak menjadi pembelajaran bagi kawan partai
dengan faham globalisasi. Di mana tanah dipijak, di situ tanah air. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar