Halaman

Minggu, 01 Oktober 2017

dikotomi Pancasila, rakyat membentuk karakter ideologi vs ideologi menentukan karakter penguasa




dikotomi Pancasila, rakyat membentuk karakter ideologi vs ideologi menentukan karakter penguasa

Sila-sila dalam Pancasila, diangkat dari kisah nyata kehidupan sehari-hari rakyat. Kendati saat itu masih dalam suasana cengkeraman, penjajahan oleh bangsa lain. Rumusan Pancasila mengalami penyesuaian secara politis, mengakomodir tuntutan dari pihak tertentu.

Dapat diartikan bahwa Pancasila adalah ideologi orang Indonesia asli.

Pasca reformasi yang bergulir mulai dari puncaknya, 21 Mei 1998, yaitu dengan gemilang berhasil me-lengserkeprabon-kan presiden kedua RI. Maka tak ayal, pihak peubah sila pertama Pancasila, berlanjut dengan generasinya untuk bermanuver, gerilya politik.

Mereka, selain ada generasi peubah sila pertama Pancasila ada juga anak cucu ideologis komunis. Agar tampak patriotik, heroik, cerdas idiologi mereka seolah-olah merasa prihatin dengan status peran, posisi, kedudukan Pancasila terkini. Seolah Pancasila sudah ketinggalan zaman. Tidak mampu mencegah tangkal arus masuk budaya asing. Tidak mampu menjaring dan menyaring rembesan ideologi mancanegara.

Bahkan Indonesia dengan semangat rekonsiliasi seolah melupakan sejarah hitam bangsa atas pengkhianatan PKI, 1948 dan 1965. Ingin berdamai dengan dalang, donator dan investor politik dari negara paling  bersahabat.

Jangan heran kawan, periode 2014-2019, terjadilah pencampuradukkan antara “musuh rakyat” dengan “musuh negara”. Kasus penistaan agama oleh gubernur DKI Jakarta aktif 2012-2017, seolah membuka peluang sebagian penguasa untuk umbar ujar kebencian, menggandakan gosip nafas setan. Tindak tutur penguasa, sipil maupun aparat keamanan, menjadi bebas bea. Melawan lawan yang bukan klasnya, tanpa malu, tanpa sungkan, tanpa ragu, dan teganya tega akan bersegera menggunakan senjata pamungkas. Apalagi ramuan ajaib tidak manjur.

Hasilnya, maka calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.  [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar