Halaman

Sabtu, 21 Oktober 2017

dilema generasi muda pribumi, tidak kenal sejarah vs tidak tahu sejarah



dilema generasi muda pribumi, tidak kenal sejarah vs tidak tahu sejarah

Katakan dengan singkat, memangnya generasi muda Nusantara sudah salah jalan, salah arah, salah tujuan. Kalau demikian halnya, jangan salahkan siapa-siapa. Siapa duga semua yang menimpa generasi muda harapan masa depam bangsa, menjadi korban salah sistem yang dilakukan pemerintah antar periode.

Tak salah lagi, kondisi kejiwaan para pengatur negara, pengayom masyarakat, penjaga keamanan dan kedaulatan negara, sudah saatnya servis berat, turun mesin. Obat generik hanya menurunkan rasa sakit sementara. Hanya megalihkan rasa sakit ke rasa tidak peduli ke nasib rakyat.

Semangat nasionalisme menjadi kabur, surut, menyusut karena hanya berkutat di lokasinya saja. Hanya berani dan punya nyali di bawah tempurung. Wakil rakyat yang melakukan studi banding, evaluasi sanding, jajag tanding yang dikemas menjadi paket kunjungan kerja.

Rumusan tentang demokrasi yang berlaku di Indonesia, sangat dinamis dan kondisional. Tergantung pihak yang menterjemahkan sekaligus mempraktikannya. Tidak ada batasan baik dan buruk maupun skala benar dan salah. Bahkan tiap individu penduduk bebas membuat terjemahan bebasnya. Sesuai pengalaman hidup. Berdasar angan-angan. Atau yang bersifat spontan, dadakan,  atau kagetan.

Ibarat tersangka yang diwawancarai tukang ganda berita, malah pamer bego. Inilah demokrasi ala Indonesia, pihak terpidana bisa tampil sebagai nara sumber. Perjalanan nasib demokrasi yang berbagai versi, jelmaan, pengejawantahan, sublimasi serta terkontaminasi aneka warna ideologi lokal.

Seberapa jauh dan dalam efek domino utawa efek kejutan modus blusukan presiden bagi rakyat dan birokrasi, bahwa presiden tetap hadir dalam setiap persoalan mereka. Tergantung pengkabaran, pemberitaan.

Di pihak lain, daya tanggap generasi muda dalam menyikapi kondisi demokrasi yang sedang berjalan, masih aktif, belum jatuh tempo, melebihi wayak pamer bego. Jangankan generasi, oknum ketua umum loyalis Jokowi, saat berujar kebencian, memang demikian kadar politiknya. Tak perlu dikomentari, lebih bagus membersihkan gigi sendiri dari slilit.

2018 sebagai tahun politik adalah daya politik bangsa masih baru taraf calistung.

Ironis binti miris, daya tanggap politik generasi muda seperti barang bekas yang memang sudah layak buang. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar