politik
cinta dunia biang kerok retak bangsa
Pernah ada gerutuan tentang keamanan
lingkungan tempat tinggal, yaitu “makannya di mana, beraknya di mana”. Berkembang
menjadi “makan di dalam, berak di luar” atau sebaliknya. Atau yang senada tapi
tak seirama.
Kalau ada kejadian criminal, muncul
asas praduga tak bersalah yaitu jangan-jangan pelakunya orang dalam. Minimal
orang dalam sebagai informan, yang main orang luar.
Penista agama, bukan orang luar.
Malah orang dalam, pejabat pula. Memang, profesi penista agama harus dilakukan
oleh ahlinya. Minimal di bawah pengawasan ahlinya. Dibutuhkan jam terbang yang
di atas kawanan ahli fitnah dunia.
Tukang komen, dengan modal korporasi
media massanya, jelas bukan saingan sang penista agama. Running text
yang dimanfaatkan pihak pro-bebas buka mulut, pengganda berita dan gosip nafas
setan malah memnujukkan kadar syahwat politiknya. Komen oknum ketua umum parpol
loyalis Jokowi, ibarat lelucon yang tak lucu dan tertawa sendiri. Jurus
menghiba-hiba dunia.
Asas patuh dan loyal yang dibuktikan
penguasa, sudah sampai skala mereka tak tahu kakinya menapak di mana. Bangun
tidur pun juga tidak tahu apa yang akan dikerjakan hari ini. Yang penting
bagimana membuat juragan terkekeh kegirangan sepanjang hari.
Pukul rata daya juang politik
2014-2019 ditentukan oleh kebijakan orang luar.
Orang dalam yang sedang berkuasa,
naik daun, hanya tinggal membaca naskah, skenario, rancangan adegan dan aneka rekayasa.
Praktiknya, bebas berimprovisasi. Soal dana, biaya, upah jangan tanya-tanya
lagi.
Mau mengorbankan rakyat, bukan hal
yang tabu. Asal konstitusional. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar