mengayomi
koruptor di sarangnya
Peringatan tertulis “buanglah sampah
pada tempatnya”, yang dipasang nyata dan jelas di tempat umum. Bahkan sebagai
pelengkap TPS yang dibangun pemerintah setempat. Namun cuplikan pasal hukum
tersebut malah sebagai pengingat
pembacanya, untuk tidak berlama-lama menyimpan sampah.
Namanya hukum buatan manusia. Dibuat
bukan sekedar untuk dilanggar.
UU sebagai produk manusia politik,
tentu sarat dengan berbagai kepentingan yang mendukung pihak tertentu. Sekaligus
memberi peluang bagi pihak lain, khususnya pihak yang telah memesan paket
khusus saat pembuatan UU.
Jadi, dilemma UU atau hukum buatan
manusia, jangan sampai menohok atasan dan sekaligus jangan sampai menginjak
kaki sendiri atau bahkan nantinya akan menjerat leher sendiri. Jangan sampai
menjerumuskan teman bahkan berujung menyeret korps atau instansi tempat kerja.
Indonesia sebagai negara yang masih
berkembang, dan tetap akan berkembang, makanya hukum semakin dinamis. Jangan sampai
bemata dua. Salah menerapkan pasal hukum, jabatan menjadi taruhan.
Puncaknya, jangan sampai aparat
hukum, sesuai panggilan tugas, saat melaksanakan kewajiban, wewenang malah
menabrak tembok raksasa. Membuat ybs mati konyol atau terpental jabatan,
kedudukan dan nikmat duniawinya.
Tak salah kawan, hukum berlaku adil
dan tak pandang bulu, tergantung siapa yang jadi tersangka. Pihak mana yang
terlibat kasus. Bukan pada kasus substansi perkara.
Hukum kesimbangan berlaku. Terkait daya
atau impact benturan. Namun bagi pihak yang daya benturnya masih lentur,
masih belum bisa mengakalai hukum. Namun hukum berifat luwes, bisa menerima
ajakan damai. Kekerasan hati hukum bisa dicairkan dengan gelaran tarif perkara.
UU anti korupsi sudah dirasakan
ampuh.
Namun pelaku penegak hukumnya, saat
menjaring dan/atau menyaring calon koruptor bak mengotak-atik “benda
mencurigakan”. Bisa-bisa malah mencelakakan diri, rekan satu tim atau
masyarakat umum.
Niat memberantas koruptor – dengan
catatan sejauh ini bahwa tipikor bagian integral dari negara multipartai, produk
unggulan, sampingan partai penguasa, sampai kiat mensejahterakan golongan,
korps atau instasi, institusi secara konstitusional – malah dirinya ikut
terberantas, mengalami efek domoninya.
Kendati dibentuk staf khusus presiden
anti korupsi, tapi kalau mentalnya masih mental ayam sayur, sami mawon. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar