Halaman

Kamis, 19 Oktober 2017

mengayomi koruptor di sarangnya



mengayomi koruptor di sarangnya

Peringatan tertulis “buanglah sampah pada tempatnya”, yang dipasang nyata dan jelas di tempat umum. Bahkan sebagai pelengkap TPS yang dibangun pemerintah setempat. Namun cuplikan pasal hukum tersebut  malah sebagai pengingat pembacanya, untuk tidak berlama-lama menyimpan sampah.

Namanya hukum buatan manusia. Dibuat bukan sekedar untuk dilanggar.

UU sebagai produk manusia politik, tentu sarat dengan berbagai kepentingan yang mendukung pihak tertentu. Sekaligus memberi peluang bagi pihak lain, khususnya pihak yang telah memesan paket khusus saat pembuatan UU.

Jadi, dilemma UU atau hukum buatan manusia, jangan sampai menohok atasan dan sekaligus jangan sampai menginjak kaki sendiri atau bahkan nantinya akan menjerat leher sendiri. Jangan sampai menjerumuskan teman bahkan berujung menyeret korps atau instansi tempat kerja.

Indonesia sebagai negara yang masih berkembang, dan tetap akan berkembang, makanya hukum semakin dinamis. Jangan sampai bemata dua. Salah menerapkan pasal hukum, jabatan menjadi taruhan.

Puncaknya, jangan sampai aparat hukum, sesuai panggilan tugas, saat melaksanakan kewajiban, wewenang malah menabrak tembok raksasa. Membuat ybs mati konyol atau terpental jabatan, kedudukan dan nikmat duniawinya.

Tak salah kawan, hukum berlaku adil dan tak pandang bulu, tergantung siapa yang jadi tersangka. Pihak mana yang terlibat kasus. Bukan pada kasus substansi perkara.

Hukum kesimbangan berlaku. Terkait daya atau impact benturan. Namun bagi pihak yang daya benturnya masih lentur, masih belum bisa mengakalai hukum. Namun hukum berifat luwes, bisa menerima ajakan damai. Kekerasan hati hukum bisa dicairkan dengan gelaran tarif perkara.

UU anti korupsi sudah dirasakan ampuh.

Namun pelaku penegak hukumnya, saat menjaring dan/atau menyaring calon koruptor bak mengotak-atik “benda mencurigakan”. Bisa-bisa malah mencelakakan diri, rekan satu tim atau masyarakat umum.

Niat memberantas koruptor – dengan catatan sejauh ini bahwa tipikor bagian integral dari negara multipartai, produk unggulan, sampingan partai penguasa, sampai kiat mensejahterakan golongan, korps atau instasi, institusi secara konstitusional – malah dirinya ikut terberantas, mengalami efek domoninya.

Kendati dibentuk staf khusus presiden anti korupsi, tapi kalau mentalnya masih mental ayam sayur, sami mawon. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar