Halaman

Selasa, 31 Maret 2015

Antara Megawati Soekarnoputri dengan Margaret Thatcher

Antara Megawati Soekarnoputri dengan Margaret Thatcher


Nasionalisme kita terusik jika ada pihak yang membandingan Megawati Soekarnoputri (MS) dengan Margaret Thatcher (MT). Karena, kedua tokoh ini tidak bisa dibandingkan, tidak dapat disandingkan. Kriteria yang ilmiah pun tidak bisa melihat posisi siapa yang unggul.

Bangsa Indonesia yang gemar otak-atik permasalahan bangsa, dengan kacamata rakyat jelata, bisa menakar kadar dengan teknik ‘pengakuan’. Artinya, siapa di antara MS dan MT yang kandungan julukannya paling berklas.

Ternyata, MS mendapat “pengakuan” resmi, tulus, jujur, jauh dari kategori menjilat maupun menghujat dari :

Pertama, Ketua MPR Apresiasi Megawati Capreskan Jokowi. Jumat, 14 Maret 2014, 21:06 WIB.  REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ketua MPR RI Sidarto Danusubroto mengapresiasi keputusan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengusung Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sebagai calon presiden pada Pemilu 2014.

"Saya memberikan penghargaan yang tinggi kepada Ibu Megawati yang memberikan mandat kepada Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon presiden (capres) 2014-2019," katanya di Yogyakarta, Jumat.

Menurut dia, hal itu menunjukkan Megawati merupakan negarawan sejati yang telah membuat keputusan sejarah yang bijaksana untuk bangsa dan negara.

"Saya berharap Bapak Jokowi tetap bersikap konsisten dengan apa yang sudah
ditunjukkan selama ini yakni jujur, sederhana, rendah hati, dan merakyat," kata politikus senior PDI Perjuangan itu.

Kedua, http://harianaceh.co.id/2015/03/30/. HARIANACEH.co.id — Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto mengatakan saat menjabat Presiden, Megawati Soekarnoputri pernah dihubungi oleh Presiden Amerika Serikat George Bush. “Lebih dari tiga kali Presiden George Bush menghubungi Ibu Mega,” kata Hasti di sekitar Bundaran HI, Minggu 29 Maret 2015.

Saat itu, Bush meminta restu Megawati sebelum menyerang Irak pada 2003, yang masih dipimpin oleh Saddam Hussein. Amerika dan sekutunya menyerang Irak lantaran negara itu dianggap punya senjata nuklir pemusnah massal.

Megawati menolak rencana Bush menyerang Irak. Alasannya, demi menjaga perdamaian dunia. “Kalau nasehat Mega didengarkan, mungkin tak akan ada konflik (Timur Tengah yang meluas),” kata Hasto.

Hasto menambahkan, munculnya gerakan radikal dan teroris ISIS disebabkan ketidakadilan dunia. Diawali serangan sekutu ke Irak tanpa persetujuan PBB, kata Hasto, menjadikan kondisi politik di Asia Barat itu tak stabil. “Sebagai negara yang cinta damai, kita harus menjaga agar pengaruh ISIS jangan sampai ke Indonesia,” kata dia.

Celakanya, MT hanya mendapat satu pengakuan, yaitu sesuai berita www.tempo.co - SELASA, 09 APRIL 2013 | 06:24 WIB - Satu yang paling diingat dari Thatcher adalah julukannya sebagai Iron Lady alias Wanita Besi. Julukan ini awalnya diberikan oleh wartawan militer asal Uni Soviet, Kapten Yuri Gavrilov, lantaran konsistensi Thatcher menentang Uni Soviet dan komunisme. Julukan ini pertama kali muncul di harian Red Star pada 1976.

Thatcher bersikap tegas karena dunia politik yang keras dan didominasi laki-laki. Suatu saat ia pernah berujar, “Dalam politik, jika kamu ingin sesuatu, tanyakan pada pria. Tapi jika kamu ingin sesuatu beres, tanya pada wanita,” katanya.

simpul dan saran :
Kata leluhur bangsa, jika orang memuji bahkan memuja, menyanjung, mengagung-agungkan dan kegiatan sejenis, bisa-bisa dan biasanya “ada udang di balik batu”. Ada maunya. Menjilat untuk menjerat.

Namun jika ada yang mengkritik diri kita, minimal dia melihat kekurangan kita. Manusiawi, kalau kita tidak mampu melihat kekurangan diri. Saat bercermin, cuma mematut diri. Cari pose, gaya, tampilan, senyum yang oke.

Jadi, sebutan utawa julukan yang datang dari pihak lawan, justru sebagai tanda hormat. Lawan akan jujur menilai diri kita. Strategi diatur berdasarkan kekuatan lawan.


Jadi . . . . . [HaeN]. akhir maret 2015

Senin, 30 Maret 2015

SYUKUR NIKMAT JADI RAKYAT

SYUKUR NIKMAT JADI RAKYAT
Beranda  » Berita » Opini
Rabu, 20/10/2010 19:54

SYUKUR NIKMAT JADI RAKYAT

Walau Nusantara tak lepas dari bencana alam, jangankan bertaubat, malah banyak anak bangsa yang saling menyalahkan, menghujat. Paling gampang dikambinghitamkan adalah pemerintah (Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945). Para penyalah mulai dari rakyat yang buta politik sampai mantan RI-1. Ironis bin drastis! Hujatan dikemas dalam pemberitaan TV secara sensasional, berkala dan taraktif untuk menaikkan peringkat TV swasta.

Semangkin banyak orang pandai jadi wakil rakyat utawa wakil daerah, yang duduk di MPR, DPR+DPRD, dan DPD, segala permasalahan dalam berbangsa, bernegara dan bermasyarakat malah semangkin rumit dan berkepanjangan. Sedikit-sedikit unjuk rasa dan unjuk raga, adu otot, baku mulut, dan pamer bego. Selama 2009-2014 memang sebagai puncak kebrutalan kawanan parpolis. Walau kebagian kursi dalam Pemilu 2009, banyak parpol yang tak lilo legowo. Nafsu serakah melandasan kerja para kader parpol.

Politik balas jasa utawa politik balas budi menjadi lagu wajib selama 5 tahun. Pendidikan politik untuk yang buta politik utawa yang melek politik! Malah anak balita pun bisa diajak berpolitik praktis. Dunia pariwara menayangkan anak ingusan bisa jadi bintang iklan alias cari duit. Mereka tak senasib dengan anak jalanan, yang seumur dan seusia. Seolah tak ada kode etik dan etika sebagai rakyat yang bermartabat, berdaulat dan berhakekat. Padahal banyak aturan main yang berlaku di tatanan kehidupan bermasyarakat.

Rukun tetangga, rukun warga menjadi dasar dan landasan norma hidup bersama. Proyek percontohan dipertontonkan mulai dari mbak Mega. Oknum satu ini tak puas jadi RI-1 tak sampai 5 (lima) tahun. 2 kali jadi capres 2004, 2009


Amien Rais sang maestro drakula politik

Amien Rais sang maestro drakula politik
Beranda » Berita » Opini
Jumat, 16/04/2004 06:27

Amien Rais, Sang Maestro Drakula Politik

Republika, Kamis, 15 April 2004 secara tak sengaja menayangkan oknum Ketum PAN, Amien Rais, dalam berita yang membuktikan bahwa ybs memang layak menyandang gelar Sang Maestro Drakula Politik. Pertama, pada halaman utama terpampang gambar AR di kediamannya bersama 6 konconya dedengkot parpol dengan riang gembiri angkat tangan bersama usai membentuk FBPB. Kedua, pada kolom “Suarapublika� ada Saran dari Simpatisan Untuk Amien Rais. Dua hari sebelumnya, tepatnya Selasa, 13 April 2004 – masih di Republika – secara tak sadar terpampang gambar AR sedang in action “MAJU TERUS� di Gedung PP Muhammadiyah. Di lembar “OPINI� ada yang “Menanti “Kecerdasan Ketiga� Amien�. Namanya politik, tak bisa didekati dengan ukuran moral. Walau pelakunya agamais, macam AR. Bahkan di SCTV, 14 April 2004, AR mengakui mulai dari ABM (Asal Bukan Mega), mendorong Gus Dur dan sekaligus memotong di tengah jalan, kembali membangkitkan mBak Mega. Hasilnya, dosa politik di era Reformasi (dalam hitungan 5 tahun) ternyata lebih bombastis dibanding kumpulan dosa dan noda politik Orba selama 32 tahun!!! AR sudah memasuki fase akut dalam hal pinter keblinger. Mulai sebagai penulis skenario/dalang/provokator, pemain sekaligus penonton dimainkannya secara sistematis dan elegan. (hn)


drakula Rp, produk unggulan atau produk sampingan kebijakan politik dalam negeri

drakula Rp, produk ungulan atau produk sampingan kebijakan politik dalam negeri


Politik luar negeri Indonesia harus didasarkan pada kepercayaan diri dan berjuang dengan kemampuan sendiri. Namun begitu, bukan berarti Indonesia tidak mengikuti perkembangan situasi internasional dan memanfaatkannya demi kepentingan nasional”.
~ Mohammad Hatta - Proklamator Indonesia ~

Desain politik luar negeri Indonesia saat ini, harus diakui, bersifat lebih banyak reaktif daripada antisipatif dan visioner. Kebijakan politik luar negeri Republik Indonesia, kerangka politik luar negeri bebas aktif.

Beberapa doktrin yang dipergunakan dalam politik luar negeri Indonesia seperti ‘ribuan teman tanpa musuh’ (thousand friends zero enemy) atau ‘keseimbangan dinamis’ (dynamic equilibrium) perlu dikaji ulang karena membingungkan dalam upaya memperjuangkan kepentingan nasional tersebut. Dengan slogan ‘ribuan teman dan tanpa musuh’ serta ‘keseimbangan dinamis’, Indonesia cenderung mengedepankan harmoni dalam politik luar negerinya. Kebijakan tersebut dihormati oleh negara-negara lain, namun tidak efektif untuk memperjuangkan kepentingan Indonesia sendiri. Ketidakefektifan tersebut ditambah dengan aspek manajemen serta kapasitas pelaku diplomasi yang masih perlu ditingkatkan lagi untuk dapat berhadapan dengan kepentingan negara-negara lain. Padahal, di sisi lain, ranah hubungan internasional juga telah bergeser dengan melibatkan semakin banyak aktor-aktor non-negara. Pada 2014-2019, para aktor non-negara seperti bisnis trans-nasional, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan dan penelitian, serta media massa, akan makin aktif berperan dalam hubungan internasional.

Instrumen politik luar negeri Indonesia, baik yang bekerja di Kementerian Luar Negeri, DPR, Kantor Presiden, pemerintah daerah, maupun kantor-kantor kementerian teknis yang diberi tugas Presiden, perlu menopang upaya membangun kepekaan tersebut.

Pelaku politik luar negeri juga perlu menjadi perhatian karena mereka yang menjadi pelaku diplomasi untuk menerjemahkan target-target kepentingan nasional. Setidaknya terdapat empat kepentingan nasional yang perlu diperjuangkan Indonesia dalam hubungannya dengan negara-negara lain. Keempatnya adalah kepentingan nasional bidang ekonomi, kepentingan nasional bidang politik, kepentingan nasional bidang sosial budaya, serta kepentingan nasional bidang pertahanan.

Di sini para pucuk pimpinan politik luar negeri Indonesia, juga para pemimpin pasca- Pemilu 2014 perlu sadar bahwa local wisdom punya tempat dan justrumenjadi kekhasan yang tidak diharamkan dalam praktik pergaulan politik ekonomi global masa kini. Orientasi pejabat Indonesia yang semata-mata liberal terbukti belum bisa menyelesaikan masalah tata niaga dan tata produksi di dalam negeri karena komunitas basis di Indonesia tidak dikelola atas dasar ekonomi liberal. Justru Indonesia perlu mengangkat panji-panji model pengentasan kemiskinan dari komunitas basis ke tingkat global sebagai alternatif atas wacana ekonomi yang selama ini sangat liberal. Tokoh-tokoh ekonomi dan sosial, bahkan budayawan, yang selama ini terlibat pada tataran pengembangan ekonomi basis perlu digandeng untuk menambah value dalam usulan inisiatif kebijakan Indonesia dalam tata kelola ekonomi global masa kini.

Dari sisi desain, kelembagaan dan relasi antar-individu yang membuat dan melaksanakan politik luar negeri, tantangan yang perlu diantisipasi adalah monitoring kinerja pimpinan dan staf, baik dari segi akurasi perencanaan maupun ketepatan implementasinya. Selama ini, kantor-kantor perwakilan berjalan dengan sistem yang lebih mirip autopilot daripada terarah. Keluhan staf-staf di kantor perwakilan tentang “informasi apa yang harus saya cari?” dan “kemana informasi yang saya dengar harus saya arahkan?” harus dapat diselesaikan dengan jalur komunikasi dan kelembagaan yang lebih responsif. Ini reformasi yang belum tentu sederhana dan punya tantangan sendiri.

( sumber utama : “MENYONGSONG 2014-2019: Memperkuat Indonesia dalam Dunia yang Berubah”. Badan Intelijen Negara (BIN). Editor: Muhammad AS Hikam. Maret 2014 ).

2014-2019, politik luar negeri akan diprioritaskan untuk tiga hal, yaitu menjaga kedaulatan Indonesia, meningkatkan perlindungan terhadap warga negara dan badan hukum Indonesia serta meningkatkan diplomasi ekonomi. diplomasi Indonesia di luar negeri yang dilakukan oleh para diplomat. Kemlu akan berhubungan dengan kepentingan rakyat. Diplomasi Indonesia akan terkoneksi dengan kepentingan rakyat, akan bersifat membumi, dan dilakukan secara tegas dan bermartabat.

Simpul sederhana : satu dari empat kepentingan nasional yang perlu diperjuangkan adalah kepentingan nasional bidang politik. Artinya, bangsa dan rakyat Nusantara belum memahami kebijakan politik dalam negeri. Apakah para pelaku politik dibiarkan bebas aktif. Bebas melakukan apa saja.

Contoh sederhana, munculnya istilah kubu dan loyalis di tubuh partai politik, semangkin membuktikan bahwa perilaku politik dalam negeri seolah tak peduli dengan kepentingan rakyat.  Istilah pekerja politik, kurir politik semangkin mengkuatkan bahwa syahwat dan industri politik mendominasi kehidupan berbangsa, bernegera dan bermasyarakat. [Haen]. 30 maret 2015.



Sabtu, 28 Maret 2015

Allah menyukai hal kecil

Allah Menyukai Hal Kecil

Panjang Angan-Angan
Wajar, kalau kita terjebak nuansa panjang angan-angan, entah karena tekanan kondisi nyata atau acap melihat ke atas. Jangan lupa, bahwa pembalasan itu sesuai dengan perbuatan bukan menurut angan-angan, tersurat dalam [QS An Nisaa'   (4) : 123] : "(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah.”

Ironis, jika sejarah kita hanya dihiasi tumpukan kosong angan-angan dan cita-cita yang semakin jauh dari kenyataan. Salahkah jika bercita-cita tinggi, bahkan dengan cita-cita yang dinamis. Kita wajib bersyukur dengan apa yang bisa kita nikmati, namun jangan ridha dengan sesuatu dalam dekapan yang masuk kategori biasa-biasa saja, ala kadarnya, atau dalam prinsip daripada tidak ada. Kita wajib bercita-cita tinggi, sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Sesungguhnya Allah menyukai permasalahan yang tinggi-tinggi dan mulia dan Allah membenci yang biasa-biasa.” [HR Thabrani]

Permasalahan yang tinggi-tinggi dan mulia’, bukan berarti terjun langsung mengurus negara, menjadi wakil rakyat atau sesuatu profesi yang formal dalam skala nasional. ‘Yang biasa-biasa’, perlu juga kita renungi bersama, artinya jangan sampai malah kita ragu dan takut melakukan pekerjaan yang masuk kategori ‘biasa-biasa saja’.

Duri Di Jalan
Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda : “Iman itu mempunyai tujuh puluh atau enam puluh lebih cabang, yang paling utama adalah ucapan Laa Ilaaha IIIallaah (tiada Tuhan selain Allah SWT) dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri dari jalan. Sedangkan malu adalah cabang dari iman.” (HR Bukhari dan Muslim).

‘Menyingkirkan duri dari jalan’, memang pekerjaan fisik yang sederhana dan tidak menguras energi, kelihatannya remeh, tetapi Islam menempatkannya dalam cabang keimanan. Amal anggota badan berdampak tidak kecil, bermakna besar, kemanfaatannya tidak bisa diukur, serta efeknya bergulir.

Selain amal anggota badan, amalan hati dan amalan lisan, jika dilakukan dengan ikhlas, sabar, rutin bisa menggerakkan dan menambah tabungan amal.

Interaksi Sosial
Manusia wajib mempunyai rencana untuk masa depannya, menentukan tahapan dalam mewujudkan dan menghidupkan angan-angannya. Niat mengawali dan merealisasikan rencana hidup dengan ucapkan Insya Allah. Hidup  ini memang harus direncanakan, bukan seperti air mengalir. Bahkan manusia wajib berharap untuk hari esok, atau bahkan untuk masa depannya di dunia dan akhirat, sesuai terjemahan [QS Al Baqarah (2) : 201] : “Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka".

Manusia sebagai makhluk sosial, dalam melakukan interaksi sosial, sebaiknya mengikuti praktek akhlak mulia Rasulullah dengan tersenyum. Jika berpapasan dengan siapa saja, sebagai rasa peduli, kita usahakan tersenyum.  Saat berbicara kita layak tersenyum kepada lawan bicara. Rasulullah SAW bersabda: “Senyummu terhadap wajah saudaramu adalah sedekah” (HR Tirmidzi).

Modal menggerakkan otot wajah dan bibir, membentuk mulut tersenyum, masuk kategori bersedekah. Tersenyum sebagai hak kecil, jika berat melakukan atau terpaksa melakukan, minimal janganlah bermuka tidak bersahabat kepada orang lain. Sekedar pasang muka cerah, sudah dihitung kebaikan dalam Islam. Dengan senyum dan muka cerah bisa mengundang respon positif, bisa meredakan bahkan meredam amarah orang kepada kita [HaeN].




golkar makan golkar

golkar makan golkar

Sudah kehendak sejarah, Golkar selalu keluar sebagai juara nomer satu di Pemilu selama era Orde Baru (orba). Bahkan sebelum Hari-H pemilu, Golkar sudah ketahuan akan sebagai juara umum. Pengalaman menang perang di era Orde Baru, 6 kali pemilu mengantar Soeharto jadi RI-1. Pabrik menteri, gubernur sampai lurah/kades. Status single mayority menjadikan Sang Kuning melenggang bebas di panggung politik Nusantara.

Golkat sarat dengan sopir, mulai sopir keluarga sampai sopir tembak, yang merasa bisa jadi RI-1. Pabrik koruptor sampai tingkat kabupaten/kota. Tidak sabar antri, semakin banyak saingan, walhasil kader politisi sipil atau dari mantan petinggi militer mendirikan parpol. Wadah berbagai kepentingan, ada yang jarak pendek atau kutu loncat atau jarak jauh. Sempalan Golkar masih dirasakan jelang Pemilu dan Pilpres 2014.

Sudah kehendak sejarah, pasca pesta demokrasi 2014, faktor ideologi Rp sebagai pencetus munculnya kubu dan loyalis dalam tubuh Partai Golkar (PG). Serakah, ambisi untuk mengulang jadi ketua umum semangkin membuktikan maraknya ideplogi Rp. Jangankan jadi ketua umum, tak kurang oknum wakil rakyat tingkat pusat mencari dan menghalalkan segala cara untuk memperpanjang masa jabatannya.


Golkar sarat dengan kawanan ahli membuat pernyataan. Kalau tak sempat diwawancarai tukang cari berita, dengan memakai jasa running text berbayar bisa menyalurkan aspirasinya. Rakyat menduga dan mengira bahwa PG merupakan kumpulan ahli pernyataan, ahli cuap bin ucap, ahli debat, ahli unjuk gigi. Jauh dari kerja nyata. Atau mereka memakai falsafah ‘bicara adalah kerja’. [HaeN].

Jumat, 27 Maret 2015

korupsi lintas generasi

KORUPSI LINTAS GENERASI
Rabu, 03/12/2008 01:43
KORUPSI LINTAS GENERASI

Bisa saja terjadi, anak sekarang cita-citanya jadi koruptor. Menurut pandangan mereka, para koruptor umumnya dari kalangan orang terhormat, terpandang, kaya, punya jabatan, sering nongol di TV, jadi pembiacaraan dan pemberitaan media cetak. Dengan fantasi dan daya imaji anak-anak, mereka anggap bahwa koruptor itu bukan penjahat.

Maling jemuran ketangkap basah oleh masyarakat, dihakimi secara masal, itu baru penjahat.
Copet di angkot kepergok oleh korbannya, babak belur, bonyok dihadiahi bogem mentah, itu baru penjahat.
Rampok di rumah juragan sembako, dikeroyok satu kampung, tewas ditempat tanpa meninggalkan pesan terakhir, itu baru penjahat.
Penodong yang tak mempan dibacok, dibekuk, ditembak polisi, akhirnya kebahisan nyawa dalam perjalan menuju rumah makan, itu baru penjahat.
Jambret sial, dikejar penduduk melarikan diri dengan menceburkan diri ke empang, tak muncul-muncul kecuali arwahnya, itu baru penjahat.
Preman jalanan yang sering memeras pedagang kaki lima, mabuk, tewas diseruduk truk tinja, mayatnya tak ada yang mengakui, itu baru penjahat.
Pembunuh yang memutilasi korbannya menjadi berkerat-kerat, mati ketakutan sebelum dihukum mati, itu baru penjahat.
Pemalak anak sekolahan dengan dalih untuk makan, gosong tersengat listrik dan tawon saat sedang beroperasi, tanpa identitas yang jelas kecuali jenis kelamin, itu baru penjahat.
Perompak merompak kapal importir pakaian bekas, kebahisan bahan bakar di tengah laut, tenggelam mati pelan-pelan, itu baru penjahat.
Begal yang merampas motor tukang ojek, kabur nabrak kereta api yang sedang langsir, motor selamat begalnya kiamat, itu baru penjahat. 

Duduk perkara, bahwa yang jadi korban tipikor adalah bukan orang tetapi negara, mana anak-anak tahu. Memang koruptor tidak meresahkan masyarakat, koruptor tidak menghantui anak-anak, koruptor tidak menakuti anak-anak, koruptor tidak mengancam anak-anak, koruptor tidak memalak anak-anak, koruptor tidak berjualan jajanan berbahaya, koruptor tidak menculik anak-anak. Di pasar tradisional tak ada dampak dan keresahan adanya tipikor. Di warteg dan warnas tahu tempe tak merasakan ulah tipikor atau perilaku koruptor yang sedang makan di warungnya. Jadi, . . . .

betapa rokok

BETAPA ROKOK
Beranda » Berita » Opini
Selasa, 17/04/2007 04:29

BETAPA ROKOK

Rokok, yang berbahan baku tembakau, menurut ahli hisap semangkin dihisap semangkin pendek. Mereka rela tak makan sehari dibanding tak boleh merokok barang sebatang. Merokok tak bisa dilakukan sambil menyelam, tapi bisa dilakukan di sembarang tempat dan setiap waktu.

Perokok, penganutnya banyak dan tak pandang bulu, tak perlu izin khusus. Mulai dari pemungut puntung rokok untuk didaur ulang sampai kader partai politik. Lucunya, bahaya rokok tidak dimonopoli oleh perokoknya, tetapi disebarluaskan melalui kepulan asap rokok. Melalui ruangan, terutama ruang dengan pengkondisian udara.

Perokok pasif boleh menyumpahi perokok aktif. Kalau kita sadar dan mawas diri, bahwa sesungguhnya para perokok adalah sasaran empuk penjajah masa depan. Memang, pernah terjadi bahwa rokok sebagai alat atau senjata diplomasi NKRI. Inilah kisahnya : rokok kretek. Apakah Paduka mengenal bau rokok ini? ia bertanya. Pangeran Philip menjawab ragu. Ia tak mengenal aroma rokok itu. Sambil tersenyum H. Agus Salim berkata, Inilah yang menyebabkan bangsa Paduka beramai-ramai mendatangi negeri saya. Sang Pangeran tertawa, suasana pun menjadi cair. Ia jadi bergerak luwes menghadapi para tamu. (Intisari, Agustus 2001).


Saat Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Haji Agus Salim memakai sarung, peci hitam, dan merokok kretek. Saat diprotes karena bau menyengat dari rokoknya, dia berujar, Tuan-Tuan, benda inilah yang membuat Tuan-Tuan datang dan menjajah negeri kami. (TokohIndonesia.com, Prof Dr Riswandha Imawan, Kisah Para Pemimpin Besar) Mulai dari petani tembakau, lelang tembakau, industri rokok kita akan merasakan bukan sebagai tuan rumah di negeri sendiri. Ketergantungan pada rokok menyisakan pertanyaan mendasar, berapa Rp yang dibakar demi kenikmatan main hisap, sedot dan hembus asap rokok. (hn)

melek korupsi sejak dini

melek korupsi sejak dini
Beranda » Berita » Opini
Jumat, 20/11/2009 09:53

MELEK KORUPSI SEJAK DINI

Siapa kira, siapa duga, siapa sangka bahwa perilaku korupsi adalah tindak pidana utawa perbuatan jahat yang merugikan negara. Seharusnya bangun pagi, malah menambah jam tidur. Sesuai jam kerja, punya dalih masih di perjalanan. Jam pelajaran sudah dimulai, sekolah jauh dari rumah. Penumpang berjubel di angkot, sopir dengan tenang ngetem. Lalu lintas macet, alasan klasik karena lampu traffic ngadat, pak poltas hanya sebagai pengawas, bukan pengatur. Kalau urusan hukum bisa direkayasa, kenapa harus ada sidang. Banyak bagian kehidupan harian yang terlihat wajar. Yang tak wajar kalau kita tak bisa mengikuti arus kehidupan. Begitu saja koq repot!!! Di sisi lain, menghadapi kenyataan hidup kita bisa menyalahkan siapa saja.

Mencari kambing hitam adalah sifat manusiawi. Jadi, menurut silsilah peradaban, korupsi dimulai dari huruf K. seperti diuraikan di awal tulisan, pelaku korupsi bisa saja wong cilik atau anak kecil. Karena anak kecil tidak bisa dikenakan sanksi secara hukum dan yang masih menjadi tanggung jawab orangtuanya, wajar kalau berbuat inkonstitusional. Walau klas teri, kecil-kecilan, korupsi tetap korupsi. Pantas kalau pelaku korup adalah yang menyandang kekuasaan, memangku kekuatan, mengemban kekayaan.

Kendati pasal hukum bisa membuktikan ybs telah melakukan tipikor, namun demi rasa keadilan dunia, ybs bisa bebas tanpa embel-embel. Nama tak perlu diperbaiki atau direhabilitasi, toh terbukti tak bersalah. Mulai dari orangtua, keluarga mengajarkan anak untuk melakukan tipikor dengan bersih dan bersama, untuk menghindari bahaya di jalan. Jika ada hambatan bisa dihadapi bersama. Keamanan merasa terancam bisa dibekuk bersama. Ketenangan dan kesenangan terusik bisa disingkirkan bersama. Bersama kita bisa, kata pariwara (hn).


AYO KORUPSI

AYO KORUPSI
Beranda » Berita » Opini
Selasa, 29/08/2006 10:33
AYO KORUPSI

Walau mungkin sudah ketinggalan zaman, utawa karena ada pergerakan dan perulangan zaman, korupsi di NKRI sudah menjadi sejarah tetap kehidupan bermartabat dan berdaulat. Pelakunya tak perlu punya bulu, minimal urat malu bahkan harus sudah beku, sudah jadi fosil berukir. Kalau ingin lepas dari jebakan dan jerat pasal hukum, korupsi harus dilakukan secara rombongan (agar tanggung rentengnya bisa sebagai tameng), terorganisir (ada yang siap jadi kambing hitam), terkoordinir (agar semua terpercik lumpur panas), tertib (sesuai prosedur baku) ..... pokoknya berkorupsi ada rukunnya.

Rukunnya merupakan sisi luar dari penghayatan dan pengamalan Pancasila sampai ke akar-akarnya. Akhirnya, perjalanan korupsi menjadi doktrin yang diagungkan bak jimat penyelamat jabatan. Ajaran ayo korpsi bisa dijabarkan sebagai indoktrinasi turun-temurun antar orde. Korupsi sebagai benang merah antar generasi. Korupsi ala NKRI bersifat dinamis, bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan. Surat keterangan bebas korupsi sebagai persyaratan umum untuk bekerja, untuk melamar pernikahan, mendapatkan SIM, menuntut ilmu atau promosi sulit diperoleh.

Bahkan ironis, bagi yang belum pernah korupsi sekecil apapun dianggap kinerjanya jeblok bin go block. Keberhasilan seseorang, di dunia bisnis, militer, birokrasi sampai urusan tetek-bengek karena perjalanan karirnya diwarnai dengan perilaku korupsi. Baik sebagai inspirator maupun eksekutor. Secara sadar dan naluriah kita melakukan korupsi dari tingkatan yang paling sederhana. Kita bisa bangun pagi, karena memperpanjang kenikmatan mimpi, nyenyak diperpanjang sampai matahari berkibar. Alasannya tidur cukup larut malam, karena memanfaatkan waktu sisa jelang tengah malam. Begitu rutin dan menerus akhirnya kita tak bisa membedakan mana rekayasa mana murni kecelakaan.


Model korupsi di NKRI sangat bervariasi dan beragam. Mulai skala lokal sampai skala nasional. Mulai dari figuran sampai sutradara di belakang jeruji besi. Perlakuan hukum atas koruptor yang masuk kategori terpidana dikatakan malah memuliakannya. Beda dengan tindak kriminal lainnya yang karena setoran utawa upetinya tidak layak, tidak sesuai dengan standar jual beli perkara. (hn)

hindarkan diri dari tindakan menimbun dosa harian

Hindarkan Diri Dari Tindakan Menimbun Dosa Harian


RITUAL HARIAN
Suasana kebatinan dan kondisi hati kita saat bisa bangun pagi, terasa damai, tenang, dan bahagia.  Perjalanan waktu malam terasa beredar cepat, singkat, padat dan pesan moral liwat mimpi sebagai pemacu dan pemicu semangat. Kita siap tancap gas bergegas mengelola kehidupan hari ini. Siap melakukan dan mengulang tindakan harian yang sama.

Secara manusiawi, tidak menyadari apakah segala tindak dan perilaku harian kita malah menambah argo dosa atau pada sisi keyakinan apakah gerak dan langkah ritual kita malah menggerogoti saldo amal. Kita lebih suka mengerjakan hal yang besar, nyata, dan berdampak sistemik dalam skala dunia.

KONFLIK WAKTU
Masih terdapat sebagian dari kita yang menterjemahkan melaksanakan segenap perintah Allah dan sekaligus menjauhi segalan larangan-Nya, pada ikhwal yang terkait urusan dengan Allah semata, terkait prosesi peribadatan. Tidak terkait dengan urusan antar manusia, manusia dengan lingkungan, manusia dengan sistem kehidupan. Tepatnya terjebak pada aliran dan faham dikotomi ‘Hablum Minallah’ dan ‘Hablum Minannas’.

Singkat waktu dan kata, ‘Hablum Minallah’ dan ‘Hablum Minannassatu kesatuan, sebagimana yang tersurat dalam terjemahan pada awal [QS Ali .’Imran (3) : 112] : “Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia,”.

Pada saat ayat ini diwahyukan, yang disebut mereka adalah Ahli Kitab sebelum Islam, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. Ikhwal ‘berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia’ walau saat itu dimaksudkan: perlindungan yang ditetapkan Allah dalam Al Quran dan perlindungan yang diberikan oleh pemerintah Islam atas mereka. Ikhwal ini berlaku sepanjang waktu, dan kita nyaris melupakan dengan sempurna.

Bahwa konsep waktu dalam tatanan dan tataran masyarakat merupakan sebab terjadinya peristiwa sosial. Di pihak lain, waktu dalam satu hari, atau waktu harian adalah pertanda kontak umat Islam dengan Yang Maha Mencipta. Umat Islam mempunyai waktu sosial yang berjalan paralel dengan waktu reliji.

Rutinitas harian menjadikan pemahaman bahwa apa yang kita lakukan adalah hal yang lazim, layak, dan lumrah. Tidak berdampak pada kerja malaikat pencatat amal perbuatan manusia. Interaksi sosial, sejak dengan tetangga, di perjalanan, di tempat kerja, memberi peluang untuk mencetak dosa harian.  Karena tahu saling tahu, jika terjadi friksi, senggolan, sebagai konsekuensi logis dari bermasyarakat.

Jika kita mampu menyiasati penggunaan waktu sosial berbarengan dengan waktu reliji secara sinerjis, in sya Allah, kita bisa meminimalisasi dosa harian. Ironis, kita lebih mengutamakan dan mengedepankan ‘berpegang kepada tali (perjanjian) dengan manusia’  daripada berpegang kepada tali (agama) Allah. Kita lebih taat,  patuh, dan loyal dalam menjalankan kontrak kerja dibanding melaksanakan kontrak hidup dengan Allah.

AMAL UNGGULAN
Wajar, kita tidak menyadari kalau dengan  kegiatan rutin harian, selain bisa menumpuk dosa harian, bisa membuahkan amal harian yang masuk kategori amal unggulan. Amalan unggulan setelah melakukan amalan fardhu atau amalan wajib, berupa amalan sunnah (nafilah), yang dilakukan secara kontinyu, rutin, menerus, berkelanjutan berdasarkan iman, serta dilaksanakan berdasarkan pengetahuan.

Amal unggulan karena bukan tindakan formal, seremonial, tak terukur atau disaksikan oleh manusia lainnya, kita enggan mempraktekkannya. Atau karena kita merasa tidak masuk kategori perintah Allah, perbuatan yang nampak sepele, remeh temeh, kita abaikan. Atau gengsi untuk melakukannya.
Kita wajib bersyukur dengan apa yang bisa kita nikmati, namun jangan ridha dengan sesuatu dalam genggaman dan dekapan yang masuk kategori biasa-biasa saja, ala kadarnya, atau dalam prinsip daripada tidak ada. Kita wajib bercita-cita tinggi, sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Sesungguhnya Allah menyukai permasalahan yang tinggi-tinggi dan mulia dan Allah membenci yang biasa-biasa.” [HR Thabrani]

Permasalahan yang tinggi-tinggi dan mulia’, bukan berarti terjun langsung mengurus negara, menjadi wakil rakyat atau sesuatu profesi yang formal dalam skala nasional. Umat Islam mempunyai visi dan belajar dari masa depan (akhirat).

Permasalahan yang biasa-biasa’, perlu kita cermati bahwa umat Islam jangan sampai menjadi korban peninabobokan oleh sistem. Merasa telah berbuat banyak, besar, jika ditelusuri ternyata hanya sekedar urusan perut. Sebagai pelaksana yang patuh, tanpa harus berfikir.


Umat Islam sebagai makhluk sosial dalam semangat ukhuwah, selain bertanggung jawab atas dirinya sendiri (beriman dan mengerjakan amal soleh) juga bertanggung jawab atas diri orang lain (saling menasihati dalam mentaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran) [HaeN]. 27maret2015