Halaman

Jumat, 27 Maret 2015

betapa rokok

BETAPA ROKOK
Beranda » Berita » Opini
Selasa, 17/04/2007 04:29

BETAPA ROKOK

Rokok, yang berbahan baku tembakau, menurut ahli hisap semangkin dihisap semangkin pendek. Mereka rela tak makan sehari dibanding tak boleh merokok barang sebatang. Merokok tak bisa dilakukan sambil menyelam, tapi bisa dilakukan di sembarang tempat dan setiap waktu.

Perokok, penganutnya banyak dan tak pandang bulu, tak perlu izin khusus. Mulai dari pemungut puntung rokok untuk didaur ulang sampai kader partai politik. Lucunya, bahaya rokok tidak dimonopoli oleh perokoknya, tetapi disebarluaskan melalui kepulan asap rokok. Melalui ruangan, terutama ruang dengan pengkondisian udara.

Perokok pasif boleh menyumpahi perokok aktif. Kalau kita sadar dan mawas diri, bahwa sesungguhnya para perokok adalah sasaran empuk penjajah masa depan. Memang, pernah terjadi bahwa rokok sebagai alat atau senjata diplomasi NKRI. Inilah kisahnya : rokok kretek. Apakah Paduka mengenal bau rokok ini? ia bertanya. Pangeran Philip menjawab ragu. Ia tak mengenal aroma rokok itu. Sambil tersenyum H. Agus Salim berkata, Inilah yang menyebabkan bangsa Paduka beramai-ramai mendatangi negeri saya. Sang Pangeran tertawa, suasana pun menjadi cair. Ia jadi bergerak luwes menghadapi para tamu. (Intisari, Agustus 2001).


Saat Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Haji Agus Salim memakai sarung, peci hitam, dan merokok kretek. Saat diprotes karena bau menyengat dari rokoknya, dia berujar, Tuan-Tuan, benda inilah yang membuat Tuan-Tuan datang dan menjajah negeri kami. (TokohIndonesia.com, Prof Dr Riswandha Imawan, Kisah Para Pemimpin Besar) Mulai dari petani tembakau, lelang tembakau, industri rokok kita akan merasakan bukan sebagai tuan rumah di negeri sendiri. Ketergantungan pada rokok menyisakan pertanyaan mendasar, berapa Rp yang dibakar demi kenikmatan main hisap, sedot dan hembus asap rokok. (hn)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar