BETAPA ROKOK
Selasa, 17/04/2007 04:29
BETAPA ROKOK
Rokok, yang berbahan baku tembakau, menurut ahli hisap
semangkin dihisap semangkin pendek. Mereka rela tak makan sehari dibanding tak
boleh merokok barang sebatang. Merokok tak bisa dilakukan sambil menyelam, tapi
bisa dilakukan di sembarang tempat dan setiap waktu.
Perokok, penganutnya banyak dan tak pandang bulu, tak
perlu izin khusus. Mulai dari pemungut puntung rokok untuk didaur ulang sampai
kader partai politik. Lucunya, bahaya rokok tidak dimonopoli oleh perokoknya,
tetapi disebarluaskan melalui kepulan asap rokok. Melalui ruangan, terutama
ruang dengan pengkondisian udara.
Perokok pasif boleh menyumpahi perokok aktif. Kalau
kita sadar dan mawas diri, bahwa sesungguhnya para perokok adalah sasaran empuk
penjajah masa depan. Memang, pernah terjadi bahwa rokok sebagai alat atau
senjata diplomasi NKRI. Inilah kisahnya : rokok kretek. Apakah Paduka
mengenal bau rokok ini? ia bertanya. Pangeran Philip menjawab ragu. Ia tak
mengenal aroma rokok itu. Sambil tersenyum H. Agus Salim berkata, Inilah yang
menyebabkan bangsa Paduka beramai-ramai mendatangi negeri saya. Sang Pangeran
tertawa, suasana pun menjadi cair. Ia jadi bergerak luwes menghadapi para tamu.
(Intisari, Agustus 2001).
Saat Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Haji Agus
Salim memakai sarung, peci hitam, dan merokok kretek. Saat diprotes karena bau
menyengat dari rokoknya, dia berujar, Tuan-Tuan, benda inilah yang membuat
Tuan-Tuan datang dan menjajah negeri kami. (TokohIndonesia.com, Prof Dr
Riswandha Imawan, Kisah Para Pemimpin Besar) Mulai dari petani tembakau, lelang
tembakau, industri rokok kita akan merasakan bukan sebagai tuan rumah di negeri
sendiri. Ketergantungan pada rokok menyisakan pertanyaan mendasar, berapa Rp
yang dibakar demi kenikmatan main hisap, sedot dan hembus asap rokok. (hn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar