Halaman

Minggu, 28 Februari 2021

anak wayang dadakan ilang gapité

anak wayang dadakan ilang gapité

 Kendati Ki Dalang Manthuk menyandang sertifikat dalang kelas global, supermoden. Namun jika harus mentas di nusantara, jelas tidak jelas maunya pemirs diikuti. Saking berjubelnya anak wayang niat naik pentas. Walau belum waktunya. Sudah cukup umur namun jangan pakai tarif PSK lokal. Justru yang belum berpengalaman, masih tong-tong, itu mahal harganya. Pembelajaran bagi pemula.

 Stratifikasi anak wayang, mulai dari minus pengalaman hingga sampai model bangkotan. Watak yang belum dikenal sang dalang sigap 24 jam. Tidak mau tahu tema yang sedang ngetop. Tidak mau tahu syarat dan rukun pewatak. Bakat tidak diutamakan. Masalahnya, dalang bukan demam panggung, alergi ritual politik penanggap.

 Pakem pewayangan dibolak-balik sekena jidatnya. Mosok ada buaya bisa terbang. Sosok dikenal bisa mabur tanpa sayap, malah hilang ditelan bumi. Tahu-tahu muncul di meja redaksi. Adegan hanya seklias, karena ada aksi tawuran massal, kolosal, dibuat-buat sebagai pendahuluan. Tiba-tiba muncul sang juru selamat. Bencana alam menjadi saksi betapa ramah investor menyulap bentang alam. 

Akhirnya, sang dalang asal comot anak wayang. Atau langsung sambar yang disodorkan. Agar semua kebagian peran. Main borong. Babakan cerita dipas-paskan. Ketimbang timbangané terkena apes tidak dinyana. Bayaran utuh. Mulih aman. [HaéN]

merasa tanpa tanding, mesin politik pincang tak terasa

 merasa tanpa tanding, mesin politik pincang tak terasa

Tahunya, mendadak bahan bakar habis. Boros energi untuk kinerja tahunan. Lebih percaya peta jalan ketimbang prakiraan cuaca politik domestik. Akurasi gonjang-ganjing politik global akibat perang dagang AS vs China. Balik arus mendadak sudah terbiasa. Mengolah fakta direkayasa, dipilah pilih bak “ABS” subversi Orde Baru.

 Ketahuan cuma andalkan tenaga dorong diplomasi kuda gigit besi. Pakai jasa tukang keplok, juru sorak, penggembira atau relawan bebas pasang badan dan pasang tarif kursi. Tirani minoritas terkendali sesuai semangat toleransi kompromistis. Masuk hitungan barter politik lokal nusantara. Makan siang gratis bikin mimpi di siang bolong berwujud.

 Karakter cinta politik lokal merupakan kemampuan awam yang sudah disandang kader pada pendidikan politik praktis. Utamakan kebijakan partai maka urusan negara terabaikan. Skala prioritas partai yang bunyi. Pergiliran plus perguliran budaya politik santun, sudah senyap sebelum lenyap. Daya serap informasi masa depan kalah dengan ketersediaan pasal karet. “Siapa menjadi apa” bukan kontrak mati.

 Tanpa konfirmasi, apapun bisa terjadi. Siapa mendadak tidak jadi apa-apa. Waktu memang tidak kenal waktu. [HaéN]

jika masih betah dan butuh nasi

 jika masih betah dan butuh nasi

 Saking lama kelamaan berlama-lama terjebak sibuk diri. Tanpa nyana, mertua liwat tak terasa. Lebih daripada itu, pihak luar protes mau infokan rumah kebakaran. Bukan itu. Beras berubah jadi nasi. Penadah kerak, intip mengular. Usaha keluarga, industri rumah tangga, produktivitas di rumah (s)aja kerak nasi bukan dengan proses tanak beras. Takaran pas jadi kerak. Gubah secara massal. Satu persatu tak keuber.

 Pengguna nasi secara proporsional  mendasari semangat nasionalis tanpa intip berkepercayaan, berkeyakinan. Kredo “4 sehat 5 sempurna” berlanjut dengan program nasional keluarga berencana “2 anak cukup” atau pola keluarga catur warga. Aspek politis menimpa pola dan modus periode bernegara, dua periode belum cukup.

 Nusantara bangga menjadi obyek perlintasan pasar bebas dunia. Bebas visa kunjungan. “Siap Tampung TKA Bebas Visa Kunjungan Kerja dari 169 Negara” tertnggal 4/29/2018 1:40 PM. Sikap inférior sisa efek penjajahan oleh bangsa asing, masih membara di tata krama masyarakat. Tak tanggung-tanggung, manusia sekaliber penguasa, merasa rendah diri jika bertatap muka dengan orang asing.

 Syarat kompetensi yang menjadikan TKA bebas masuk tanpa keluar. Nusantara dianggap atau berdaya tarik. Sebaliknya, kebijakan internasional mewajibkan negara berkembang tampung borong barang bekas atau sisa panen. Loakan global di nusantara bisa disulap jadi Rp plus mendongkrak nama baik pengguna. Bekas napi yang tidak kehilangan hak politiknya bisa ikut pilkada atau pemilu. [HaéN]

sarat ujar vs kurang ajar

 sarat ujar vs kurang ajar

 Hukum keseimbangan matematis tidak berhal demikian. Justru kian tingai didikan akademis menjadikan diri ahli adu domba, peretak persatuan dan kesatuan, pemecah belah di semua celah kebersamaan. Multiefek praktik bebas 24 jam multipartai. Jauh dari jangkauan pasal berkemajuan adab berbangsa dan bernegara. Sudah kehendak zaman dan pembagian peran.

 Budaya instan merasuk ke praktik berpemerintahan. Legitimasi yang penuh pasal kebijakan. Ingat judul Lesmana “Mandrakumara kakèhan gapité”. Mosok, putera-puteri mahkota maunya dikarbit, dioplos, dikanibal, distimulus baru bisa berdiri tegak menapak, berpijak di atas sepasang kaki sendiri. secara mandiri.

 Berkat jasa TIK, ITE dan bentuk layanan swalayan tanpa tatap muka. Langsung berdampak plus efek domino bak deret ukur. Modal lidah tak bertulang dan efektivitas kinerja ujung jari tangan. tindak-tanduk pengingau menjadi alat kelengkapan fitnah formal penguasa. Relawan, suka-suka, juru dan atau ahli pengganda ujar nista diri tanpa bayar menjadi idaman manusia bebal.

Generasi medsos, tulang punggung aneka ujaran.Indonesia masih aktif, sibuk menghadapi beban berlapis, muatan ganda masalah kelayakan asupan gizi. Kompleksitas permasalahan overgizi yang multidimensional, menjadikan semua pihak berkewajiban mencegah tangkal sejak dini, agar generasi medsos tidak masuk jebakan “cepat matang luar vs malas gedhé”. [HaéN]

relawan bak juru sorak, merasa berhak

relawan bak juru sorak, merasa berhak

Beda jauh dengan sukarelawan yang diterjunkan langsung di Irian Barat. Hadap usir serdadu Belanda plus. Pembebasan Irian Barat awal 1960. Kader partai politik lebih memilih mendirikan posko. Tapi bukan di tanah Papua. Galang dana kemanusiaan. Ingat kisah si ‘Pending Emas’ Herlina. Tersirat ada parpol konsildasi diri jelang kudeta, makar.

 “kogam” alias komando ganyang Malaysia, alih perhatian nasional. aksi Papua berlanjut, berjilid masik tatanan kelompok kriminal bersenjata. Terdata adanya pihak pemasok senpi. Dipelintir, manipulir untuk senjata berburu binatang, tembak target. Kemungkinan ada aktor non-negara yang buka ladang bisnis. Tentara bayaran juga bukan. Serdadu sewaan gampang ditengarai.

 Politik tak kenal kompromi dengan masa depan. Satu periode bisa dapat apa. Belum lagi parasit, benalu kehidupan politik sigap bak lintah darat. Perintisan dinasti politik merujuk pemerintah bayangan, kerajaan daerah atau angka keamanan dibuat dinamis, lentur. Pengkhianat negara segala ukuran liwat jalur parpol, tidak bisa dipidanakan. [HaéN]

Sabtu, 27 Februari 2021

unjuk nista diri tanpa tatap muka

 unjuk nista diri tanpa tatap muka

 Daya plus gaya bahasa seorang manusia wangsa nusantara. Melampaui adab zaman bangsa dan negara. Indeks terukur masuk peringkat tiada duanya. Bersyukur tidak ada nilai minus. Bukan terburuk di kawasan regional. Tetapi tidak ada yang lebih buruk lagi.

 Ambang bawah masih tertolong jumlah pemanfaat aktif jasa TIK, ITE dan sebutan semaksud. Bahwasanya kredibilitas, legitimasi suatu bentuk jadi-jadian penguasa di negara berkembang di tempat. Merasa tanpa tanding bukannya menjadi beban moral. Mesin pincang tidak dirasakan karena ada pihak daya dorong tenaga kuda pacu. Daya tarik dengan tarik per tahun kalender.

 Ruang gerak kendati sudah terformat sampai hingga akhir kontrak politik. Kontrak tak terduga menjadi kerikil tajam. Bandar politik kelas teri minta jatah. Relawan bak juru sorak, merasa berhak kursi konstitusi. Pemain lama kian tak tahu malu. Malunya jika kelamaan tidak ada yang main sanjung bebas. Akhirnya  puja-puji diri tanpa malu, bebas risih

 Kemungkinan bermuatan harapan dan atau peluang. Soal bauran kebijakan politik sudah layak diduga. Ambang tengah turunan dari efektivitas 4 pilar berbangsa dan bernegara. Membuat lengah diri merasa ada pengayom 24 jam. [HaéN]

bunuh karakter diri lewat mental bebas haluan

 bunuh karakter diri lewat mental bebas haluan

 Kata kunci malah semua diksi, pendukung utama pembentukan judul. Direkayasa urutan kata tetap menuju maksudan judul. Menghasilkan kombinasi dengan tafsir multimakna. Perimbangan antara sungguh dengan sanggah. Sumber daya alam menunjang ketersediaan pangan. Olah tradisional mulai dari pola tanam, cara panen sampai siap saji di meja makan.

 Bahan makanan olahan kelas rakyat jika masuk pasar modern, nilai jual sesuai kantong pembeli. Sebaliknya, kebijakan internasional mewajibkan negara berkembang membeli barang bekas atau sisa panen. Asumsi kebutuhan perut anak bangsa wangsa nusantara per hari, menentukan besaran impor. Melonjak drastis ke tatanan global untuk menghidupi lembaga keuangan global.

 Produk unggulan akal politik nusantra identik dengan tindak-tanduk manusia politik. Padahal makanan pokok adalah makanan yang menjadi penentu kebutuhnan nutrisi diri sesuai umur. Kandungan gizi dirasa belum mencukupi kebutuhan tubuh. Kebutuhan kalori anak bangsa didominasi pemikiran buatan.

 Pemikiran pokok pengganti atas nazab keilmuan, kepengetahuan. Serapan ilmu lokal domestik belum cukup untuk menjalankan kendaraan politik. Main bongkar pasang sejalan bentukan partai politik dadakan, diimbangi jalan pintas bernegara. Napak tilas perjuangan leluhur, mau dikemanakan nusantara yang kian lebur. [HaéN]

naluri kuasa daripada penguasa tunggal orde baru

naluri kuasa daripada penguasa tunggal orde baru

Kejadian yang terjadi berupa 4 (empat) kali jadinya perubahan alias amandemen UUD NRI 1945. Berkat ikhtiar kawanan reformia 1999-2002. Substansial, material, redaksional akibat efek dominio laku Orde Lama yang bersambung lurus ke otoritas politik Orde Baru. Namanya politik, seolah membuka ruang dan menggelar peluang oknum petualang yang mengutamakan kepentingan pihak multipihak, global.

 Kredo “atas kehendak rakyat” sampai hingga “atas petunjuk bapak presiden” di luar pasal vocal Pancasila sakti. Hasil akhir berupa kebangkitan masyarakat dan bangsa atau people power mengakhiri tanpa babak akhir dominasi manunggaling ABRI dengan penguasa. Kendaraan politik RI-1 kedua serta merta balik nama agar tampak taji dan nyali politik.

 Pelita (pembangunan lima tahun) daripada era kuningisasi Orde Baru. Sejatinya menunjukkan jangkauan pengendusan penguasa tunggal untuk menjadi penerus sistem presiden seumur hidup. Politisi sipil kurang taji untuk unjuk gigi. Bak kerbau kabotan sungu. Saingan kuat baju hijau distigma presiden dari etnis Jawa lebih diterima. Sejarah seolah memihak upaya, usaha, kiat bahkan ikhtiar manusia yang total jenderal mewujudkan ambisi.

 Masalahnya, bergulir bebas haluan reformasi dari puncaknya, 21 Mei 1998, berbanding terbalik dengan lengserkeprabon Bapak Pembangunan dengan asas “kalau tidak mau dirangkul, maka pasti akan didengkul.” Berlanjut ke paham “gebuk duluan, rembuk belakangan” sebelum resmi ibukota negara 2024. Akumulasi praktiik politik penjajah berulang. [HaéN]

fatamorgana politik nusantara setara dimensi kursi

 fatamorgana politik nusantara setara dimensi kursi

 Faktor penentu praktik akal sehat seorang manusia wangsa nusantara, ternyata berasal dari hal yang mustahil, tak berwujud tapi nyata menurut logika, nalar, pikiran ybs. Visi dan misi pembangunn nasional liwat skema lima tahunan. Kisah sukses, kinerja, rekam jejak politik lebih terukur pada target fisik ketimbang sasaran fungsional, kemanfaatan, efektivitas.

 Pelita (pembangunan lima tahun) daripada era kuningisasi Orde Baru. Sejatinya menunjukkan daya pikir penguasa tunggal untuk menjadi penerus sistem presiden seumur hidup. Politisi sipil kurang taji untuk unjuk gigi. Saingan kuat baju hijau distigma presiden dari etnis Jawa lebih diterima. Sejarah seolah memihak upaya, usaha, kiat manusia yang total jenderal mewujudkan ambisi.

 Rasanya, jelang babak antar waktu reformasi, bukan babak akhir. Walau serasa ada pengakhiran secara membai buta. Tersirat pada tindak-tanduk total penguasa. Namanya politik menjelmakan siapa saja menjadi apa saja. Termasuk pemakan segala penyuka apa saja asal pas di perut. Sesuai ukuran bukaan mulut secara mandiri.

 Kesetiakawanan sosial tidak bisa dianalogikan menjadi kesetiakawanan politik. Politik tidak bisa dioplos, dikanibal dengan moral internal bangsa. [HaéN]

Jumat, 26 Februari 2021

waspadai keterbalikan fakta diri di cermin

waspadai keterbalikan fakta diri di cermin

 Saat bercermin diri, saat yang paling indah. Apa yang terlihat di cermin, tidak sekedar cerminan diri. Bangun pagi tapi siang, langsung berkaca. Cek status statis usai lelap malam. Perubahan sesuai asa dan harapan. Mimpi saja sulit disiapkan apalagi masuk ingatan. Bunga tidur bagi yang gampang nyenyak plus sukar bangun tepat niat.

 Padahal, tidur malam, sahabat dekat kematian. Pernah-pernahnya BPS merilis berapa jiwa penduduk RI yang meninggal pada saat waktu tidur malam. Bukan berarti akibat tidur malam berakibat kematian. Dibolak-balik, mati akibat tidur malam. Tak salah sangka jika tidur malam termasuk proses ‘mati sementara’. Terbangun saat umat manusia dibangkitkan dari alam kubur.

 Bahasa tubuh cerminan isi hati. Ikut kursus kepribadian, dilatih tata cara jalan dengan sepasang kaki mandiri plus aturan duduk tegak. Dibahas kupas pakai ilmu jiwa dan ngelmu batin, banyak kata ahlinya. Disimak secara religi, memang demikianlah adanya. Akankah tubuh gemulai tulng lunak kaum adam menandakan rasa cinta diri. Belum ada pihak yang membuktikan. Pemilik DNA yang demikian, bukannya tak layak ikut program bina rangka. 

Bijak menganalisis wajah diri di cermin. Menatap raut wajah, roman muka diri di cermin, serba keterbalikan kanan dan kiri. Beda dengan menyimak foto diri yang penuh gaya atraktif. Hasil swafoto untuk promosi diri. [HaéN]

di antara dua posisi sikap, harap dengan cemas

 di antara dua posisi sikap, harap dengan cemas

  Fokus pemirsa hanya tertuju pada kata kunci judul. Ajak pemirsa simak firman-Nya tersurat plus tersirat di (QS Al Anbiyaa' [21] : 90) :

“Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas*) Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada Kami.”

 *) Maksudnya: mengharap agar dikabulkan Allah doanya dan khawatir akan azab-Nya.

 Mudah cerna pakai bahasa manusia. Standar keimanan diterapkan agar tidak banyak tanya plus debat ngalor-ngidul. Kendati sudah jelas batasan ‘harap – cemas’, namun perlu diperjelas agar masuk akal dan menjadi rujukan menu berkehidupan. Rutinitas hidup skala harian, sekedar menjalankan. Soal hasil menjadi ketentuan-Nya. Manusia wajib berproses bareng laju waktu bumi.

 24 jam terasa lama bagi yang sekedar berharap dan sudah melaksanakan syarat. “Harap Naik - Kian Parah”. Main geser mata simak judul. Dari kiri ke kanan lazimnya. Karena cerdas susun judul, simak arah sebaliknya sama bacaan, sama bunyinya, sama lafal. Bukan sekedar iseng. Diangkat atau terilhami dari kisah nyata. Agar penulisan lebih lancar, bermartabat plus tepat manfaat.

 Bijak bertindak ‘harap’. Mengacu, merujuk. menyimak wahyu Allah SWT kepada Rasulullah SAW, termaktub di (QS Fushshilat [41]  : 49):

“Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus harapan.”

 Al-qur’an lebih banyak menggunakan kata, lema ‘asa’ dibanding kata, lema ‘harap’. Kehidupan manusia tak luput dari rasa harap-harap cemas. Rasa cemas seolah hanya muncul saat mengelola urusan dunia. Tidak dengan saat bergulat dengan urusan akhirat.

 Anti klimaks bersebut judul “memperbarui harapan vs menyederhanakan peluang”. [HaéN]