Halaman

Senin, 22 Februari 2021

bukan fakta diri, komen tidak berisi

bukan fakta diri, komen tidak berisi

Kerumunan warga skala RT menjadi ajang adu gengsi ‘masa lalu’, laga adu nyali ‘siapa aku’. Pamer kedirian yang seharusnya bukti diri selaku umat bermanfaat bagi umat lainnya. Katakan yang kau kerjakan. Masih perlu pasal berikutnya. Sebaik-baik umat yang berhasil hidup dari olah tangannya.

 Pasal berikutnya, beda periode atau petugas legislasi. Suburuk-buruk manusia reformis, yang mampu mengadik-aduk, mengudak-udak emosi pemirsa liwat karya wisata ujung jari tangannya. Ingat akan judul “negeri pendongéng mbokdé mukiyo, dudu negara pendengung”. Puncak gunung es, lazim di belantara hukum rimba nusantara. Siapa kuat itupun harus tahan lama. Tidak sekali usap, sekali suap langsung loyo.

 Kembali ke lingkungan hunian skala RT. Peralihan antar generasi tentu tidak setahan banting pendahulunya. Interaksi warga berbasis ‘cinta lokasi’, jodoh tak jauh-jauh dari rumah. Tidak perlu kemana-mana. Sistem zonasi pilah pilih sekolahan. Imbas ke wawasan kebangsaan adab warga. Paham seputar tempat tinggal. Dipunyai oleh ibu rumah tangga.

 Bagi kepala keluarga yang lokasi kerja lintas provinsi, pengelaju. Tidak serta merta rekam jejak laik tanding. Predikat pekerja kantor bukan jaminan mutu untuk berujar mutu. Pensiunan ‘korpri’ bak terjun santai ikut arus peradaban. Agar terlihat low profile, malah tampak loyo tanpa tenaga kuda. Kian dipompa dengan ramuan ajaib tahan lama tanpa penggapit. Sia-sia belaka di sisa usia. [HaéN]

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar