Halaman

Selasa, 23 Februari 2021

alérgi Pancasila tapi merasa pro wong cilik

 alérgi Pancasila tapi merasa pro wong cilik

 Paket “pro dan kontra” sesuai HAM menjadi spesifikasi partai politik kelas jalanan. Karena lalu lintas menjadi sumber rezeki, sumber kesejahteraan, mata pencaharian kawanan profesi raja jalanan. Rambu lalu lintas kian multitafsir, multimanfaat, mulatiguna. Di tangan ahlinya, menjadi syarat pengatur lalu lintas kenegaraan.

 Pasang badan, pagar betis, unjuk muka tembok, kawal majikan bukan pasal tabu, aib. Berguru hingga sampai daratan Cina. Lebih hemat energi, impor guru segala jurusan, aliran, arus. Sebutan politik nusantara berhal demikian. Di negeri asalnya, bentukan partai sudah masuk kotak. Di nusantara menjadi barang antik dan bebas berkeliaran bak raja jalanan plus setan jalanan.

 Manuver politik nusantara tampak beringas. Kelebihan energi sesuai adab janji lama yang selalu teranyarkan jelang pesta demokrasi. Agar tampak merakyat, kendaraan politik sigap jelajah 24 jam. Daya tampung semua sosok lepas dari moralitas kebangsaan. Jangan diingatkan makna sila pertama. Tindak tanduk kian merajalela. Serudak-seruduk bebas kendali.

 Tumpukan kursi di pelupuk mata kian membutakan diri. Buta apa saja, berbanding lurus dengan rekam jejak pemakan segala. Didorong untuk berkemajuan, malah bak babi dorong.[HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar