Halaman

Jumat, 05 Februari 2021

jiwa kemasyarakatan bangsa lokal nusantara

jiwa kemasyarakatan bangsa lokal nusantara

 Penelisikan oleh pihak berwenang secara mendalam tapi tidak berwajib. Kinerja tukang sidik, ahli selidik bersertifikat global lebih diakibatkan ikuti sistem karier. Ketimbang padamu negeri kami mengabdi dan atau kami berbakti.

 Sekedar pengingat nalar ala kadar, agar sadar diri bahwasanya akibat daripada Perubahan Kedua (tahun 2000) UUD NRI 1945 menghadirkan antara lain:

 BAB XA

HAK ASASI MANUSIA

Pasal 28C

(2)          Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.

 

Pasal 28J

(1)           Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

 Frasa ‘bermasyarakat’, tanpa format politik atau kemasan lokal praktik demokrasi aneka subversi, serba subvarian. Soal ada masyarakat masuk bursa relawan pasang badan, kawal juragan, sang ”pahlawan tanpa lawan”, yang karena merasa berjasa. Sampai masyarakat kelas kapiran plus pkiran yang dengan sigap gagah berani berolok-olok politik.

 Otoritas kekuasan bentukan pemerintah negara, sesuai filosofi negeri multipartai, maka dominasi skenario, skema otoritas politik yang eksis. Ikhwal lain, Ikatan teritorial tanah kelahiran, tanah leluhur. Kalah ego pamor dengan trah silsilah 7 turunan. Pemerintah dengan petugas partainya, sudah super sibuk mengatur perilaku penyimpangan politik dan kehilangan orientasi politik nusantara.

 Rumusan “pejah gesang ndèrèk panguwasa” menjadi penyakit sejarah yang sulit dihapus dari peta peradaban bumi Pancasila. Semboyan heroik patriotik “berdiri paling depan di belakang penguasa”. Sigap pasang badan 24 jam untuk menadah warisan dan sekaligus siap hindar diri dari segala kemungkinan arus balik paham “empat pilar berbangsa dan bernegara” bak bumerang, senjata makan tuan, merugikan diri sendiri. [HaéN]

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar