Halaman

Selasa, 23 Februari 2021

jodoh kuwi jodho, nanging bodoh durung karuwan bodho

jodoh kuwi jodho, nanging bodoh durung karuwan bodho

 Adakalanya tindak-tanduk orang berilmu tampak sebaliknya. Orang yang tampak biasa-biasa saja malah bisa menghasilkan karya yng tak biasa, luar biasa. Singkat kata untuk uber contoh nyata kasat mata bukan reka-reka. Sebut saja pelaku tipikor liwat jalur partai bukan orang kemarin sore. Setingkat menteri kata kabar berita kemarin sore. Apakah ciri khas negara multipartai bahwasanya seleksi alam pada pihak yang tidak kuat derajat.

 Ingat akan judul “negeri pendongéng mbokdé mukiyo, dudu negara pendengung”. Bukti ringan pihak ringan jari tangan mampu membuat titik retak bangsa. Ada sekolahnya untuk penebar plus penabur ujaran nista diri. Melebihi efek adu domba peninggalan penjajah Belanda. Mental budak, syarat loyalis penguasa. Merasa perasa nikmat dunia: karier, sejahtera, stabilitas keluarga, akhirnya imbalan sigap pasang badan, siaga pagar betis, siap unjuk muka tembok, sedia kawal majikan, jaga juragan.

 Efektivitas bayang-bayang angkara murka dengan dalih negara hukum. Generasi semangkin, melakukan tindakan bodoh vs berbuat bodoh. Bukan tradisi leluhur, tetapi malah bak adat yang sulit ditingkatkan. Maunya begitu, ya begitu. Harga mati. Bukannya susah diberitahu, apalagi mau ditambah pengetahuan. Asal tahu saja. Mungkin, sebagai karakter manusia bebal versi nusantara. 

Sebodoh-bodoh orang bodoh. Kalau cuma terkait potensi otak, daya akal, kadar nalar, kapasitas logika, masih wajar tanpa catatan ringan. Menyangkut religi, ini baru cerita bersambung, berita berjilid plus derita bertambal sulam. Manusia dan atau orang, merasa dengan status edukasi plus dedikasi. Membuat pernyataan aksi, menurutnya sudah benar, betul, baik, bagus. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar