Halaman

Sabtu, 06 Februari 2021

begitu kenal demokrasi, langsung tak berakal

begitu kenal demokrasi, langsung tak berakal

Ungkapan uajran demokrasi, demontrasi seolah menjadi satu paket berkenormalan. Manjur di pola hidup agak berbangsa dan mirip bernegara. Adopan dari pemikiran awak negara lain, tampak lebih ilmiah dan menambah gengsi jika ikut andil suara sumbang. Masuk bahan ajar anak didik sampai bahan akademis. Diformalkan malah menjadi pembeda, pemisah dan kutukan gandrung kursi tujuh turunan.

 Secara matematis merupakan fungsi ambisi, antipati, ambiguitas, alergi, apatis, apriori dengan hasil utama yaitu asas ambek paramarta. Bukan ambek siya. Sejak dalam kandungan atau perkawinan politik, tersemai bibit utamakan yang banyak, kuat, kuasa, kaya. Soal ada kata ikutan, pelengkap ‘rakyat’ langsung termomok-momok.

 Nusantara padat, sarat khazanah ungkapan berbasis demokrasi subvarian, subversi lokalitas namun berkelas. Makanya, pemaknaan rakyat menjadi beban ganda, beban mati, beban hidup sesuai deret ukur yang menentukan umur teknis kendaraan politik. [HaéN]

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar