Halaman

Sabtu, 27 Februari 2021

naluri kuasa daripada penguasa tunggal orde baru

naluri kuasa daripada penguasa tunggal orde baru

Kejadian yang terjadi berupa 4 (empat) kali jadinya perubahan alias amandemen UUD NRI 1945. Berkat ikhtiar kawanan reformia 1999-2002. Substansial, material, redaksional akibat efek dominio laku Orde Lama yang bersambung lurus ke otoritas politik Orde Baru. Namanya politik, seolah membuka ruang dan menggelar peluang oknum petualang yang mengutamakan kepentingan pihak multipihak, global.

 Kredo “atas kehendak rakyat” sampai hingga “atas petunjuk bapak presiden” di luar pasal vocal Pancasila sakti. Hasil akhir berupa kebangkitan masyarakat dan bangsa atau people power mengakhiri tanpa babak akhir dominasi manunggaling ABRI dengan penguasa. Kendaraan politik RI-1 kedua serta merta balik nama agar tampak taji dan nyali politik.

 Pelita (pembangunan lima tahun) daripada era kuningisasi Orde Baru. Sejatinya menunjukkan jangkauan pengendusan penguasa tunggal untuk menjadi penerus sistem presiden seumur hidup. Politisi sipil kurang taji untuk unjuk gigi. Bak kerbau kabotan sungu. Saingan kuat baju hijau distigma presiden dari etnis Jawa lebih diterima. Sejarah seolah memihak upaya, usaha, kiat bahkan ikhtiar manusia yang total jenderal mewujudkan ambisi.

 Masalahnya, bergulir bebas haluan reformasi dari puncaknya, 21 Mei 1998, berbanding terbalik dengan lengserkeprabon Bapak Pembangunan dengan asas “kalau tidak mau dirangkul, maka pasti akan didengkul.” Berlanjut ke paham “gebuk duluan, rembuk belakangan” sebelum resmi ibukota negara 2024. Akumulasi praktiik politik penjajah berulang. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar