Halaman

Jumat, 12 Februari 2021

busuk, jangan diaduk-aduk

busuk, jangan diaduk-aduk

Pembeli beli buah yang dipromo, dikampanyekan oleh penjualnya, rasa manis aseli, alami. Bebas pemanis buatan. Tidak percaya boleh cicipi, uji mutu sesuai ujar bebas si empunya buah dagangan. Modal percaya dengan prinsip siapa lagi yang bisa dipercaya, kalau tidak. Sesampainya di rumah, pesta buah.

 Faktor jarak menjadikan rasa buah, masam di lidah. Tidak sesuai rasa buah tester. Apalagi ikuti ucap cuap lidah penguasa. Demi bukti. Langsung protes, klaim, komplain, kritiki omongan si penjual. Umumnya oknum pedagang, penjual kambuhan. Bukan pemilik kebun dan atau pohon buah. Siap balik elak tangkis segala tuduhan.

 Hafalan jurus bersih diri, cukup ucap:”sampéyan, gur tuku pirang kilo, protes yen kecut”. Logat plus bahasa tubuh terinpspirasi gaya intimidasi penguasa lapangan, jalanan. Lantang galak kata biar calon pembeli dengar, ujar sng penjual “saya punya berkeranjang-keranjang buah asem, diam saja!”. 

Jadi, jika kita menerima kondisi tidak diharapkan. Sabar, temannya banyak dan luas. Mirip saat rumah tinggal kebanjiran. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar