Halaman

Sabtu, 13 Februari 2021

fitnah di atas segala fitnah

fitnah di atas segala fitnah

 Faktor ajar anak bangsa nusantara berperadaban. Mengalami perubahan, amandemen berperiode sesuai tantangan buka mulut dan tuntutan isi perut. Tidak ada kaitan dengan ujaran nista abadi, aksi model utama pejabat negara. Bebas berpendapat sesuai martabat pantat berjiwa politik tanpa uang tunggu.

 Penyalahguna media sosial arus pendek, mampu membuat jembatan keledai. Ujar berbayar demi pembayar menjadi profesi lawas teranyarkan. Membungkus kebusukan diri dengan kebusukan yang lebih busuk. Berani tampil bégo demi bebas sanksi hukum dunia. Asas sebar dan tebar benih perpecahan bangsa liwat jalur tutur bahasa tulis maupun bahasa cap.

 Sedemikiannnya hingga ybs selaku penggugah, pengubah bergaya “jarimu harimaumu” tidak bisa membedakan mana tangan kiri untuk cebok dengan mana tangan kanan untuk makan. Manusia bego produk formal kenegaraan menjadi bukti lain. Betapa rapuhnya legitimasi si peraih suara terbanyak pesta demokrasi.

 Gerakan bawah tanah, operasi senyap, barisan sakit hati sampai aksi pasang badan menjadi pemilu dan pemalu demokrasi bebas norma apapun. Efek “tong kosong nyaring bunyinya”menjadi penggugah rasa nasionalisme tapi kelas kolong jembatan penyeberangan. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar