Halaman

Minggu, 07 Februari 2021

demokrasi di negeri multipartai

demokrasi di negeri multipartai

Budidaya akal, olah bebas logika, rekayasa nalar maupun kadar naluri, komposisi insting berbasis politik atau ideologi mendadak buntu, mampet, macet plus lari di tempat. Beruntung nasib, masih berada di skala yang sama. Soal beda skore, antara merah saja dengan merah sekali. Tergantung nasib untung rugi.

 Konstruksi politik membuktikan saling silang antara wujudan negara berkembang dengan bentukan negeri multipartai. Stratifikasi manusia politik nusantara bak piramida kekuasan. Simbol dinosurus sekedar lambang gerakan politik, bahwasanya wewenang kepala negara sebatas petugas partai.

 Putar balik ke judul “taruhan politik Ulama, perpanjangan tangan penguasa vs penyambung lidah penguasa”. Jelas dan benderang, judul ini bagi umat Islam sebagai hal yang tidak ada rahmat-Nya. Dibolak-balik – karena nongkrong bebas  di tempat yang tidak semestinya dan nangkring sembarangan pada waktu yang tak tepat – hasilnya sami mawon.

 Secara matematis, hitung mundur, demokrasi merupakan fungsi ambisi, antipati, ambiguitas, alergi, apatis, apriori dengan hasil utama yaitu asas ambek paramarta. Bukan ambek siya. Sejak dalam kandungan atau perkawinan silang politik, tersemai bibit utamakan yang banyak, kuat, kuasa, kaya. Soal ada kata ikutan, penyerta, pelengkap ‘rakyat’ langsung termomok-momok. [HaéN]

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar