Halaman

Senin, 22 Februari 2021

mufakat untuk tidak saling mufakat

 mufakat untuk tidak saling mufakat

 Jika setiap individu orang berkemanusiaan dimintai masukan, pendapat terkait pendapatannya. Suara sumbang saran bulat-bulat keluar dari mulutnya. Berupa ujaran terkotak-kotak bak main ular naik tangga. Maksud politisnya, subversi main borong harapan dipenuhi nasib diri. Daftar belanja A hingga sampai Z dengan aneka alternatif menggiurkan.

 Jangan bayangkan jika kerumunan, komunitas, kawanan senasib tapi beda peruntungan. Mati-matian sampai tiba saatnya mati angin, mati gaya, mati diri tetap begitu-begitu saja. Perubahan waktu seolah tidak terjadi. Tambah tua makin gaya. Akumulasi dan atau persatuan ikatan partai, demi nilai jual tanpa obral. Tatanan moral politik sedang dalam proses legislasi.

 Jangkitan penyakit politik bersaing ketat dengan agresi pandemi covid-19. Jurus ampuh terasa umur teknis tak jauh-jauh dari rapuh diri. Kita orang, maunya serba mau, ada maunya. Makan pakai tanduk plus jangan, bilamana perlu ganti piring untuk uji coba menu di meja sebelah. Persaingan rebut kedudukan tempat pijakan yang bebas hukum.

 Wajar dengan serba saling silang antar diri yang masih doyan nasi dan perangkatnya. Kebutuhan diri terpinggirkan oleh kepentingan partai. Pemegang status petugas partai segala kasta. Pemain lama kian membuat negara ini kelamaan lari di tempat. Agar tampak ‘makan garam’ kelas global. Pasal impor garam industri menambah ramah lingkungan. Impor jagung pakan untuk konsumsi domestik, bias jadi pengganti beras. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar