Kursi Sebuah
Setara Berjuta Duka
Secara politik, anak bangsa pribumi asli Nusantara ternyata tak ada
korelasi positif dengan efek negara multipartai. Aneka parpol bukan gambaran
seutuhnya sadar politik manusia politik. Hak politik rakyat, hanya diwujudkan
sebagai kewajiban menggunakan hak pilih.
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan daerah rawan bencana. Setidaknya
ada 12 ancaman bencana yang dikelompokkan dalam bencana geologi (gempabumi,
tsunami, gunungapi, gerakan tanah/tanah longsor), bencana hidrometeorologi
(banjir, banjir bandang, kekeringan, cuaca ekstrim, gelombang ekstrim,
kebakaran hutan dan lahan), dan bencana antropogenik (epidemik wabah penyakit
dan gagal teknologi atau kecelakaan industri). Sumber : buku renas pb
2015-2019, BNPB.
Pada 5 (lima) tahun mendatang, bencana semakin meningkat dengan adanya
permasalahan : fenomena geologi yang semakin dinamis, perubahan iklim yang
semakin ekstrim, peningkatan degradasi lingkungan, bonus demografi yang tidak
terkelola dengan baik.
Penyakit politik bawaan zaman penjajah VOC, Belanda belum akan berhenti. Sampai
mayoritas anak bangsa Nusantara ganti akidah. Bencana politik mengacu budaya
politik, menjadi agenda senyap terselubung konspirasi global, skenario makro.
Formulasi politik Nusantara. Mensejahterakan bangsa dan masyarakat Nusantara
dimulai dari manusia politik. Multipartai menjadikan alasan konstituisional
memperpanjang antrian, memperbanyak kursi. Sekaligus memperlama kontrak
politik.
Agar tak terjadi estafet kepemimpinan nasional. Dibangun mental generasi
tangguh bencana politik. Syarat administrasi ahli olok-olok politik.
Perkembangan Indonesia sebagai tujuan investasi global. Menjadikan Indonesia
ramah investor. Investor ‘tak diundang’ karena sudah lama bercokol di politk
lokal. Investor politik maupun olahkata “Siap Tampung TKA Bebas Visa Kunjungan
Kerja dari 169 Negara”.
Efek terukur dari kerapan, intensitas arus keluar masuk manusia (TKA, wisatawan mancanegara, dan sebangsanya) berpotensi
meningkatkan kejadian epidemi dan wabah penyakit seperti HIV/AIDS, Ebola, MERS,
H5N1/Flu Burung. Laju pembiakan industri
dan derap pembangunan juga kian memancing potensi bencana terkait antropogenik.
Loncat ke fakta satu kendali. Kejadian
tidak luar biasa bisa berupa karhutla
(kebakaran hutan dan lahan) bukan bencana alam. Faktor penyebab didominasi oleh
ulah tangan manusia (baca manusia pengusaha) dengan pola sengaja tanpa rencana,
lalai akibat lelah jiwa, pembiaran karena
beda pilihan.
Bencana gagal teknologi merupakan jenis kejadian bencana yang diakibatkan
oleh kesalahan desain, pengoperasian, kelalaian, dan kesengajaan manusia dalam
penggunaan teknologi.
Menurut UNISDR (United Nation of International Strategies for Disaster
Reduction), gagal teknologi adalah semua kejadian bencana yang diakibatkan
oleh kesalahan desain, pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan manusia dalam penggunaan
teknologi dan/atau industri. Kegagalan teknologi dapat menyebabkan pencemaran
(udara, air, dan tanah), korban jiwa, kerusakan bangunan, dan kerusakan lainnya.
Bencana gagal teknologi pada skala yang besar akan dapat mengancam kestabilan
ekologi secara global.
Jangan risau, galau, resah, cemas, bimbang, gelisah, khawatir, ragu kalau
anak bangsa pribumi Nusantara tulen gagap teknologi. Khususnya gamang teknologi
informasi dan komunikasi. Generasi peolok-olok politik sekedar bukti ringan,
betapa.
Jadi, kursi digital menjadi berhala resmi pemerintah. [HaéN]