dilema adab
Nusantara, tekanan ekonomi vs ambisi politik
Manusia miskin Nusantara karena daya belanja individu dan atau keluarga
untuk pemenuhan kebutuhan primer (pangan, sandang, papan), dilakukan sehari
untuk hari ini. Dikaitkan dengan patokan masih punya cadangan pangan untuk 3
(tiga) hari, lihat sikon.
Kebutuhan akan tempat tinggal, masuk kebijakan penguasaan, pemilikan,
penggunaan, pemanfaatan rumah layak huni. Di lingkungan yang juga layak. Pola tridaya,
tribina: lingkungan, sosial, usaha. Pengejawantahan dari pembangunan manusia
seutuhnya. Memanusiakan manusia Indonesia jiwa raga.
Indonesia bisa dianggap sebagai perusahaan besar, organisasi raksasa, kaum
anékaméga. Atau miniatur dunia. Negara kepulauan identik sebagai negara
multipartai. Jasa angkutan laut antar negara bebas 24 jam hilir mudik diperairan
Nusantara.
Kandungan perut bumi mampu menghidupi negara besar. Kekayaan laut
menyehatkan bangsa lain. Kinerja SDM menjadi daya tarik negara seberang untuk
campur tangan urusan keluarga orang lain. Mau buka lahan perkebunan, industri pariwisata,
sewa beli pulau kecil, hubungi pejabat setempat.
Orchestra nasional memadupadankan lagu lawas kebutuhan rakyat dengan
tembang anyar terbarukan kepentingan partai.
Demi urusan perut, rakyat elit (ekonomi sulit) mau tak mau masuk pasar jual
jasa bawah perut. Sampai klas prostitusi online atau dalam jaringan. Jual diri dengan
mengkorbankan harga diri, martabat kemanusiaan.
Pihak lain. Demi nikmat pantat, meraih harga sebuah kursi kekuasaan. Pakai pasal
jual bangsa. Minimal, menunjukkan kepada bangsa lain betapa moral politik Nusantara
dengan olok-olok politik. Peolok-olok politik merasa lebih mulia tinimbang
kedua orang tuanya. Saking mulianya, tangan kanan merasa gengsi untuk berkongsi
dengan tangan kiri.
Antara kaki dan tangan sendiri, acap konflik internal. Sirkuit kemanfaatan trifungsi:
daya akal, aksi raga, tindak tutur sudah tidak harmonis. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar