rakyat punya keringat, pejabat punya martabat
Praktik demokrasi di akar rumput, bisa kita simak pada
aspek pemilihan kepala desa. Asas timbal balik bisa terwujud dan terasa nyata.
Simak UU 6/2014 tentang Desa, dikisahkan ada Penjelasan,
khususnya demokrasi, yaitu sistem pengorganisasian masyarakat Desa dalam
suatu sistem pemerintahan yang dilakukan oleh masyarakat Desa atau dengan
persetujuan masyarakat Desa serta keluhuran harkat dan martabat manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa diakui, ditata, dan dijamin;
Agar lebih jelas kepastian hukum, melek dan kadar hukum
pembaca, simak juga PP 43/2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Tentunya pada pasal yang terkait atau enak
nyangkutnya.
Secara umum, kata rakyat akan tampak bertabat dalam
bentuk ‘wakil rakyat’. Bukan alasan, jika unsur masyarakat agak diuraikan di PP
43/2014.
Yang dimaksud dengan “kondisi objektif Desa” adalah kondisi yang menggambarkan situasi yang ada di
Desa, baik mengenai sumber daya manusia, sumber daya alam, maupun sumber daya
lainnya, serta dengan mempertimbangkan, antara lain, keadilan gender,
pelindungan terhadap anak, pemberdayaan keluarga, keadilan bagi masyarakat
miskin, warga disabilitas dan marginal, pelestarian lingkungan hidup,
pendayagunaan teknologi tepat guna dan sumber daya lokal, pengarusutamaan
perdamaian, serta kearifan lokal.
Yang dimaksud dengan “kearifan lokal” adalah asas yang menegaskan bahwa di dalam penetapan
kebijakan harus memperhatikan kebutuhan dan kepentingan masyarakat Desa.
Ingat semboyan kemadirian dan ketahanan. Bagaimana dengan
akar rumput atau suasana di Desa. Kemandirian, yaitu suatu proses yang
dilakukan oleh Pemerintah Desa dan masyarakat Desa untuk melakukan suatu
kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhannya dengan kemampuan sendiri;
Kendati tidak dijelaskan apa itu kemampuan sendiri. Jangan
diharapkan bahwasanya pihak di atas Desa merasa bebas kewajiban. Lepas tangan. Semua
akan jalan sendiri. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar