korban model
Nusantara, tekanan ekonomi vs sentimen politik
Tak perlu mikir. Akibat tekanan ekonomi, anak bangsa siap mengorbankan
kehormatan dan martabat diri. Takjubnya, tak hanya berlaku bagi masyarakat klas
elit (ekonomi sulit). Menembus strata atas berkat kemajuan teknologi digital. Prostitusi
online,
begitulah bunyinya.
Maka daripada itu, jangan bicara soal moral, susila di syahwat politik
Nusantara. Panggung laga yang mempertemukan semua jurus maut. Aliran apa pun
bebas ikut tarung bebas. Jurus mabuk, jurus mendadak lupa menjadi menu utama.
Akulturasi budaya politik menjadi karakter ideologi Nusantara. Gado-gado
memadupadankan antara kanan dengan kiri. Dasar ideologi sebuah partai politik
menjadi bias, semu. Hitung mundur dari cara cepat raih kekuasaan.
Rasa cemas terkait urusan perut, lari ke pasal bawah perut. Beda dengan
mental cemas bersaing adu pantat. Memperebutkan kursi yang sama. Kehormatan dan
martabat bangsa bisa dikorbankan.
Contoh ringan, semangat menjadi wakil rakyat, butuh aneka pengorbanan. Meleset,
panjang terapi politiknya. Sukses terpilih sebagai kepala daerah, tak serta
merta bisa berkipas-kipas. Argo tagihan berdetak per detik.
Mengandalkan tenaga dalam untuk raih kursi kepala negara. Bisa-bisa umur
teknis hanya untuk start. Selebihnya tergantung bantuan pihak yang siap ambil
keuntungan, kesempatan. Maju ke periode kedua, belajar dari pendahulunya. Cuma tersisa
doa rakyat. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar