promosi nilai jual politik lokal di pasar rakyat
Nusantara
Stigma lokal menjadi umum. Termasuk
jasa layanan urusan bawah perut. Jauh waktu marak prostitusi online. Lokalisasi. Beberapa kota,
bahkan ibukota NKRI mempunyai ikhwal dimaksud. Nilai jual pariwisata negara
maju. Pemain lokal, klas lokal. Sulit naik klas, naik daun. Menembus peringkat
atau masuk model paket.
Lokalisasi dimaksud agar terjadi
transaksi saling menguntungkan para pelaku bisnis syahwat. Komunitas pengelola
bisa melebarkan jaringan dengan sesama usaha kecil sejenis. Membuka cabang bak
gerai atau sebutan lainnya.
Analog dengan tata niaga syahwat
politik lokal. Bedanya, pemain lokal bisa tembus sekat. Sampai tingkat nasional.
Macam petugas partai 2014-2019. Daya jelajah sarat muatan lokal, nyali politik
sudah terukur. Jago kandang atau macam jago katé. Waniné ning omahé dhéwé.
Jujur saja. Rakyat sudah muak,
jenuh dengan gerakan partai politik. Bukan itu maksudnya. Rakyat tanpa
pendidikan politik, sudah praktik demokrasi dengan arif, cerdasa, santun. Bahan
galian utama Pancasila ada dikehidupan harian rakyat.
Kita cuplik sejarah, riwayat: salah
satu ungkapan Mohammad Noer (Gubernur Jawa Timur selama 9 tahun, periode 1967
hingga 1976) yang popular adalah 'Agawe Wong Cilik Melu Gumuyu' atau 'Membuat Rakyat Kecil
Ikut Tertawa', yang beliau sampaikan saat pidatonya di sidang MPR Maret 1973.
Sekarang. Wong cilik trenyuh melihat tingkah laku manusia politik. Adab yang
ditampilkan, mulai tingkatan ora ilok, ora ilok tenan, ora ilok banget sampai blas ora ono iloké. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar