Halaman

Sabtu, 06 April 2019

golput akibat langkanya


golput akibat langkanya

Faktor penyebab munculnya golput sampai sekarang, sulit diambil benang merahnya. Apakah menyimpang dari cita-cita awal. Kejadian perkara tidak hanya di tingkat nasional, macam pemilu. Hajatan pilkada, perolehan suara golput bisa menjadi pemenang. Pilkada serentak  2014-2019, muncul calon tunggal.

Hasil survei, kajian, studi banding, babakan penyidikan, penyelidikan atau olah perkara belum dipublikasikan oleh pemerintah. Artinya, pemerintah belum mempunyai resep manjur untuk mengantisipasinya. Hebatnya, akhir periode 2014-2019, golput pemilu serentak 17 April 2019, akan terkena sanksi pidana.

Sedekat ini belum ada pihak, apalagi bentukan bernama partai politik, yang merasa atau mengaku bertangggung jawab. Golput di pilkada memang bersifat lokal. Respon pasar maupun sentiment yang terbangun sudah nyata. Politik kekeluargaan, kekerabatan; politik dinasti, daerah pemilikan, kolaborasi penguasa dengan pengusaha membuat pilkada hanya sebatas formalitas demokrasi.

Elit lokal, putra-putri asli daerah atau trah yang secara historis. Pilkada sebagai legitimasi pewarisan kekuasaan. Biaya politik jelas tak sama dengan ajang pencarian bakat. Terbuka untuk umum. Petahana maju lagi atau punya jago putera mahkota, lain pasal dan biaya atau tarif jadi.

Golput ke pilkada maupun pilpres, karena melihat sosok, figur, tongkrongan, tangkringan. Bias karena mau pilih capresnya tapi tak mau dengan cawapresnya. Akhirnya, pakai pemerataan atau subsidi silang. Analog dengan pemilihan gubernur, pemilihan walikota/bupati.

Pemilihan legislatif, umumnya calon pemilih lebih melihat parpol ketimbang orangnya. Bisa coblos nama orang dan sekaligus coblos nama parpolnya, sah menurut UU. Wakil daerah, jelas mau tak mau pilih atau coblos nama orang.

Akankah penyebab utama tetap adanya golput di setiap pesta demokrasi, akibat. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar