Dilema Survei Capres, Atas Petunjuk Partai vs
Sesuai Kehendak Rakyat
Jangankan kredibilitas lembaga
survei, metode survei pun langsung bisa diduga dari hasilnya. Lembaga survei
yang marak di pilkada dan terutama pilpres, lebih memperkuat klaim dan asumsi
pihak pemesan.
Bagaimana isi hati responden. Kita analogikan pada sistem hukum Indonesia. Proses hukum kasus yang sama, hakim dapat menjatuhkan suatu putusan yang tak
sama alias beda. Bahkan melihat siapa yang berperkara, hakim berani tampil
beda. Walhasil, para pihak tidak dapat
memprediksi final.
Jadi, jika satu orang sebagai obyek opini publik, jajak pendapat oleh
berbagai lembaga survei. Jawaban sesuai arahan terselubung pensurvei. Keisengan responeden muncul jika tahu maksud
dan tujuan sebenarnya survei. Pakai budaya tepo
sliro.
Seperti orang melangkahkan kaki masuk ke rumah makan. Sebagai obyek judi. Karena
hanya ada 2@3 menu pilihan. Jika ditanya, pasti jawab dengan basa-basi. Beda jika
ada pembisik menawarkan jasa. Mau traktir gratis. Pilihan jelas pada pihak
pentraktir yang paling besar Rp-nya. Apalagi dengan iming-iming bonus.
Kemantapan pilihan atas dua pasangan capres dan cawapres, pilpres 17 April 2019. Tergantung malam dan
pagi terakhir. Religiusitas anak bangsa pribumi, akan muncul sesuai fitrah. Alam
bawah sadar selalu mengajak kepada kebaikan. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar