Halaman

Selasa, 02 April 2019

muka kamu manusia politik, amuk rakyat vs rakyat muak


muka kamu manusia politik, amuk rakyat vs rakyat muak

Secara kebahasaan, masih ada satu kata dengan abjad yang sama, beda urutan. Lema yang dimaksud adalah ‘kaum’. Kalau diatur, jadi kata kunci, enak disimak. Bahasa tetap bahasa. Apresiasi bahasa menunjukkan martabat pribadi.

Olahkata, tata kalimat yang sederhana, enak di mata. Melalui proses yang tidak sederhana. Bisa secara tak sengaja diketemukan. Sampai penemu setelah sekian kali gagal dan gagal mencari formula kata.

Sampai sekarang pun mungkin penggemar gudeg Yogya tak tahu persis siapa penemu ramuan dimaksud. Pernah diuraikan, gudeg butuh puluhan bumbu dapur. Sampai mengapa gudeg kendil. Dimasak dengan kayu bakar. Menjadi cita rasa dan karakter dasar gudeg.

Disantap di wadah pincuk, siru sebagai sendok. Makan di tempat, lesehan bareng. Tanpa rasa ewuh pakewuh. Guyub rukun sesama penggemar. Kian marak ditimpali pengamen klas jalanan.

Takhta untuk rakyat. Gudeg layak masuk meja hidangan istana. Jamuan kenegaraan atau jamu tamu asing. Dikawal jajanan pasar. Jangan lupa teguk jamu aneka khasiat. Dinobatkan oleh badan PBB urusan perut, gudeg menjadi ikon dunia. Semoga tidak diklain oleh tetangga sebelah.

Tidap daerah, lepas batas wilayah administrasi, mempunyai kuliner lokal. Ingat saja akan rumah makan Padang. Kendati yang punya dan penyaji wong Jawa. Terutama yang tampil bak warung. Semacam warung Tegal, jelas menjad usaha keluarga di rantau.

Demokrasi perut tak bisa dipaksakan dari atas. Adat  makanan nasi. Intervensi dan kebijakan pemerintah sebatas mengatur ketersediaan beras dalam negeri. Mau impor, sejauh tidak ada pihak yang dirugikan. Sah-sah saja dan monggo kerso.

Pemerintah langsung tanggap darurat jika ada pihak yang ingin menggusur, menggeser Pancasila dari tempat semula. Sejalan dengan praktik demokrasi yang mengakomodir kepentingan partai politik. Muncul menu kerakyatan. Lebih dari pernyataan ringan ‘atas kehendak rakyat’.

Menu global siap menggusur, menggeser eksistensi dan jati diri menu Pancasila. Karena tidak ada perintah atasan, panggilan tugas. Kebijakan partai selalu dominan. Akhirnya. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar