Halaman

Minggu, 28 April 2019

dedikasi sandal bocorku


dedikasi sandal bocorku
Sandal model selop, bagian depan tertutup. Ujung jari terlindung dari sandungan, benturan. Beda jauh dengan sandal jepit. Sudah berapa tahun setia kuinjak, kupijak, kuajak jalan cepat. Inap di hotel, tetap kubawa. Agar pagi hari bisa sebagai teman jalan jaga stabilitas jiwa raga.

Alasan  anatomis tubuh. Posisi tidur seimbang. Jangan didominasi terlentang ataupun miring. Tengkurap pastilah tidak. Memancing atau tak sesuai dengan asmaku. Apa hubungannya dengan gaya kaki. Nyatanya, sol bawah tumit kiri, bagian kiri cepat aus. Membuat lubang. Pas injak kerikil, liwat genangan air, terasa.

Biaya ganti sol nyaris sama beli baru. Sejauh ini model selop sudah mulai langka. Produk negara lain, beda model. Bahan karet kenyal, tahan panas jalan aspal. Bisa dicuci agar ceria. Salah. Model selop tetap ada, cuma nomor 43 yang jarang diproduk massal. Sepi peminat.

Sudah berapa ratus km jam terbangnya maupun berapa ratus jam rekam jejaknya. Anak nomor dua, pernah membelikan alat ukur jarak tempuh digital. Digital langkah. 5 digit. Satu langkahku sejauh 0,6 mt. Beberapa kembali ke angka nol. Sampai baterai habis.

Fakta lain, sekedar diketahui. Ukuran kakiku seolah berkorelasi dengan ukuran kepala. Di atas rata-rata anak bangsa Nusantara. Minimal yang sezaman. Masuk usia bonus dan bonus demografi non-produktif. Bersyukur, BB dengan 170cm, ideal. Lingkar perut masuk kategori perut ksatria. Lingkar dada, padat kekar tanda jiwa bugar.

Akhir kata. Masih bisa push-up 27-30x dengan nafas santai. Tulang belikat kiri sudah kirim sinyal. Jalan cepat nonstop >1 jam. Seolah tanpa keringat. Tahan nafas belum tembus 100 detik. Masih sesuai dengan angka usia.

Sambil sibuk dengan laptop. Sandal tetap setia di kaki sendiri. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar