Halaman

Rabu, 03 April 2019

abrit-abrit demokrasi mbokdé mukiyo, golput gumunan vs golput kagètan


abrit-abrit demokrasi mbokdé mukiyo, golput gumunan vs golput kagètan

Tepat sesuai asas pradakwa diri saat memirsa diri di cermin. Manusia harus pandai-pandai mematut diri. Simpan fakta diri, mulai dari ukuran telapak kaki sampai elastisitas lidah tak bertulang dan tak bercabang.

Mengandalkan bisikan kata hati, hanya sebatas teritorial fisik. Jangkauan interaksi, integrasi, interelasi sosial di manapun bumi dipijak.

Demokrasi Nusantara menjadi hak milik turun-temurun kawanan partai politik. Sebagai alat legitimasi kekuasaan. Golput fiktif menjadi agenda terselubung biaya politik. Rekayasa kisaran angka golput, pemilu akan tetap menghasilkan wakil takyat, wakil daerah dan presiden.

Alkisah, parpol penyumbang golput tetap akan senyum. Utamakan raihan kursi. Soal tidak ada ikatan moral dengan rakyat, hal biasa. Rakyat sudah bisa menentukan nasibnya sendiri. Tidak perlu diajari.

Pemilu serentak 2019 maupun Pilkada serentak sebelumnya, adalah proses demokrasi yang dapat diukur, dikalkulasi, diprediksi maupun diantisipasi pada proses maupun hasilnya.

Efektivitas negara multipartai, stadium déklinasi, dékadénsi, dégradasi moral politik. Dapat dimaafkan, berkat ramuan ajaib revolusi mental. Dapat dibenarkan demi stabilitas wibawa negara.

Golput bukan kejahatan politik. Sebagai indikasi utama masih suburnya penyakit politik Tindakan diri masuk kategori golput, sebagai hal yang harus  dilakukan oleh seseorang. Dapat  dipertanggungjawabkan, dalam arti ditarik mundur untuk mencari faktor penyebabnya. Tidak  dapat dipersalahkan secara hukum karena melakukan perbuatan tersebut.  

Tanpa pembuktian, sudah jelas bahwa golput adalah faktor politik.

Ketika manusia politik masih tidak bisa membedakan mana yang kanan dan mana yang kiri. Itulah tanda jadi penentu sentimen. Kepercayaan dimulai ada rasa saling percaya. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar