teror politik, perut rakyat vs kursi pejabat
Bukan asumsi sejarah, hasil survei hitung cepat atau modus operandi sebuah
negara selalu sibuk mengembangkan demokrasi. Masih sedang terjadi di sebuah
negara di bentangan khatulistiwa.
Mengimbangi stigma sebagai petugas partai, maka sang kepala negara main
blusukan. Temu rakyat di tempatnya. Mencari informasi langsung dari pihak yang
berkebutuhan. Standar pelayanan minimum liwat digital dirasa kurang dipercaya.
Kebutuhan primer rakyat (sandang, pangan, papan) menjadi dalil penyusunan
pembangunan satu periode. Dari 34 provinsi ambil sampel yang bupati/walikota
dari koalisi parpol pro-pemerintah. Melebihi gaya penguasa tunggal Orde Baru
dengan agenda aksi turun ke bawah. Menjaring suara rakyat.
Memahami karakter kepolitikan sang petugas partai, tak urung membuat
manusia ekonomi melihat peluang emas. Urusan perut menjadi komoditas. Dirumuskan
secara ekonomis dan finasial multinasional sebagai dasar kebijakan impor
pemerintah.
Kebutuhan primer rakyat menjadi dasar pertimbangan penyusunan rencana pembangunan
fisik. Diharapkan efek berantai menuju pembangunan manusia seutuhnya. Artinya,
aspirasi, apresiasi rakyat bisa dikendalikan.
Kalkulasi dan ramalan politik membuat pengusaha turun tangan. Membentuk partai
politik agar cengkeraman stabil di Nusantara. Kelamaan menunggu daya politik
anak bangsa pribumi Nusantara.
Akankah kedaulatan politik, ekonomi, hukum tergadaikan atau dipindahtangankan.
[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar