Halaman

Kamis, 18 April 2019

kudeta penguasa terhadap suara rakyat


 kudeta penguasa terhadap suara rakyat

Sejarah bisa saja luput mencatat. Belum masuk kajian, riset, survei PBB. Kamus politik negara tertua pun belum membakukan. Penerawangan mewakili benua dan dunia lain, belum bisa menemukan ‘benda langit’ yang pernah jatuh ke bumi.

Malah di  Nusantara sudah menjadi menu penguasa secara terselubung, sistematis, gaya bebas. Antar presiden membawa aroma politik yang khas dan nyaris paten. Bebang merah antar kejadian perkara dimaksud, masih ada pemain lama.

Nusantara tak bisa lepas sebagai bagian dunia. Diakui tak diakui, model gerilya politik menjadi rujukan cikal bakal bangsa yang ingin merdeka. Menjadi kiblat sesama negara yang gemar berkembang. Sidang umum PBB atau forum badan dunia, negara donor mengundang perwakilan RI sebagai nara sumber.

Gerilya politik Nusantara melaju berkat dukungan TIK, ITE atau teknologi secara umum. Pelaku utama masih aman, nyaman, mapan di landasan pacu.

Dewa penguasa kerajaan khayangan sampai dibuat bingung binti lingkung. Bukan sekedar pagar betis doyan daun muda. Anak durhaka. Anak didik murtad. Pasal Jauh dari makna kéré munggah balé. Seperti menjadi lagu wajib, seirama dengan gemilangnya laku KKN antar periode. Skenario “Buaya vs Cicak” menjadi acara, adegan, atraksi hiburan politik dalam negeri.

Media asing yang jauh berpengalaman main propaganda, aksi promosi, olah provokasi lintas negara, kalah ilmu dengan manusia politik Nusantara. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar