dilema martabat bangsa, inspeksi saluran pernafasan vs
goyang panggung misbar
Budaya layar tancap menjadi alternatif utama temu warga. Atau
acara panggung rakyat. Dua model ini masuk kategori misbar alias gerimis bubar. Praktiknya, justru gerimis acara
goyang kian membara. Diyakini, aparat tak ikut campur dengan urusan lokal.
Orgen tunggal. Acara pernikahan di rumah tinggal bisa
sampai malam. Sampai penonton mabuk kursi. Sunatan dini pun tak mau kalah
pamor. Usai hajatan bisa-bisa bisa tekor. Pesta rakyat tetap diminati.
Rakyat tidak peduli dengan siapa yang akan angkat suara. Butuh
dengar apa isi ujaran. Gaya komedian itulah yang dicari. Pertunjukkan wayang
kulit. Adegan ‘goro-goro’ tengah malam, menu favorit pengakses. Rakyat terwakili
jika tokoh angkara, sosok criminal turun-temurun dibikin babak bundas oleh sang
petugas partai.
Soal dalang salah comot senjata andalan. Misal, Arjuna
yang dikenal dengan panah asmara. Tampil membawa berita acara propaganda,
promosi, provokasi kiat sukses jadi. Emosi penonton diacak-acak demi kepuasan
investor politik global. Adegan diimbangi mbokdé Limbuk bisa mabur. Menerjang kepulan
asap karhutla. Dikira awan putih. Berkat ramuan ajaib revolusi méntal. Siapapun
siap mental, mental-mentul.
Suara Bima, mendadak terkekeh-kekeh payah. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar